Halloween party ideas 2015
Tampilkan postingan dengan label kejahatan. Tampilkan semua postingan

Kematian Diplomat Arya Daru: Otopsi dan Tersangka Terungkap?

Kasus kematian Arya Daru Pangayunan (39), seorang diplomat muda yang bertugas di Kementerian Luar Negeri (Kemlu), masih terus diselidiki oleh pihak kepolisian. Arya Daru ditemukan meninggal dunia di sebuah kamar indekos yang terletak di Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Selasa, 8 Juli 2025. Kondisi jenazah saat ditemukan cukup memprihatinkan, dengan kepala terbungkus plastik dan dililit lakban berwarna kuning.

Sejak awal penemuan jenazah, berbagai spekulasi mengenai penyebab kematian Arya Daru bermunculan. Mulai dari dugaan pembunuhan hingga kemungkinan bunuh diri. Bahkan, sempat beredar informasi di media sosial yang menyebutkan bahwa Arya Daru diduga dibunuh oleh seseorang berinisial R, yang dikaitkan dengan jaringan mafia diplomatik. Namun, pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya.

Penyelidikan Mendalam dengan Pendekatan Ilmiah

Polda Metro Jaya menegaskan bahwa proses penyelidikan kasus ini masih terus berjalan dan melibatkan berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa kepolisian mengedepankan pendekatan ilmiah atau scientific crime investigation dalam mengungkap kasus ini.

"Kami tetap berpegang pada prinsip pengungkapan berbasis ilmiah, dengan melibatkan berbagai ahli, pengumpulan fakta yang komprehensif, serta metode pembuktian yang ketat dan hati-hati. Semua ini dilakukan agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan," tegasnya.

Beberapa langkah yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian dalam proses penyelidikan ini antara lain:

  • Autopsi: Telah dilakukan autopsi terhadap jenazah Arya Daru untuk mengetahui penyebab pasti kematiannya.
  • Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP): Polisi telah melakukan olah TKP di kamar indekos tempat Arya Daru ditemukan meninggal. Dalam olah TKP, polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain gulungan lakban, kantong plastik, dompet, bantal, sarung celana, serta pakaian milik korban.
  • Pemeriksaan Saksi-Saksi: Pihak kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk rekan kerja, keluarga, dan orang-orang yang memiliki kontak terakhir dengan Arya Daru sebelum kematiannya.
  • Analisis Digital: Polisi juga melakukan analisis terhadap barang bukti digital, seperti laptop dan ponsel (meskipun ponsel utama korban belum ditemukan). Analisis ini bertujuan untuk mencari petunjuk yang dapat mengungkap penyebab kematian Arya Daru.

Gelar Perkara Melibatkan Berbagai Unsur

Sebagai bagian dari proses penyelidikan, Polda Metro Jaya juga telah melakukan gelar perkara yang melibatkan berbagai unsur, baik dari internal kepolisian maupun eksternal. Gelar perkara ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dan perspektif yang berbeda dari berbagai pihak, sehingga dapat mempercepat proses pengungkapan kasus ini.

Unsur-unsur yang terlibat dalam gelar perkara ini antara lain:

  • Ahli Forensik: Para ahli forensik memberikan penjelasan mengenai hasil autopsi dan pemeriksaan terhadap jenazah Arya Daru.
  • Ahli Digital Forensik: Para ahli digital forensik memberikan penjelasan mengenai hasil analisis terhadap barang bukti digital.
  • Ahli Psikologi Forensik: Para ahli psikologi forensik memberikan analisis mengenai kemungkinan motif yang melatarbelakangi kematian Arya Daru.
  • Perwakilan Kementerian Luar Negeri: Perwakilan dari Kemlu memberikan informasi mengenai latar belakang dan riwayat pekerjaan Arya Daru.
  • Komnas HAM: Komnas HAM bertindak sebagai pengawas eksternal untuk memastikan proses penyelidikan berjalan transparan dan akuntabel.
  • Kompolnas: Kompolnas memberikan masukan dan pengawasan terhadap kinerja kepolisian dalam mengungkap kasus ini.

Fakta-Fakta yang Terungkap Sejauh Ini

Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, beberapa fakta penting telah terungkap, antara lain:

  • Penyebab Kematian: Kompolnas menyebutkan bahwa Arya Daru tewas karena kehabisan napas. Hal ini disebabkan karena kepala korban ditutupi plastik sebelum dililit lakban.
  • Tidak Ada Tanda Kekerasan: Polisi tidak menemukan tanda-tanda kekerasan fisik pada tubuh Arya Daru, selain lilitan lakban di kepala.
  • Sidik Jari Korban pada Lakban: Hasil pemeriksaan forensik menunjukkan bahwa sidik jari Arya Daru ditemukan pada permukaan lakban yang melilit kepalanya. Namun, penyidik belum dapat memastikan apakah lakban tersebut dipasang oleh korban sendiri atau oleh pihak lain.
  • Isi Chat Terakhir: Polisi berhasil mengungkap isi chat terakhir Arya Daru melalui email yang tersinkronisasi di laptop pribadinya. Isi chat ini sedang dianalisis untuk mencari petunjuk mengenai penyebab kematian Arya Daru.
  • Aktivitas di Rooftop Kantor: Arya Daru sempat berada di rooftop kantor Kemlu selama sekitar satu jam 26 menit pada malam sebelum kematiannya. Di rooftop tersebut, polisi menemukan beberapa barang milik Arya Daru, seperti pakaian dan kacamata. Namun, ponsel utama yang biasa dipakai Arya Daru sehari-hari hilang.
  • Rekam Medis: Polisi menemukan rekam medis Arya Daru di salah satu rumah sakit umum di Jakarta. Rekam medis tersebut tertanggal 9 Juni 2025.

Misteri yang Belum Terpecahkan

Meskipun sejumlah fakta telah terungkap, masih banyak misteri yang belum terpecahkan dalam kasus kematian Arya Daru Pangayunan. Beberapa pertanyaan yang masih menjadi tanda tanya antara lain:

  • Mengapa kepala Arya Daru ditutupi plastik dan dililit lakban? Apakah ini dilakukan oleh korban sendiri atau oleh orang lain?
  • Apa motif yang melatarbelakangi kematian Arya Daru? Apakah ada unsur pembunuhan atau bunuh diri?
  • Mengapa ponsel utama Arya Daru hilang? Apakah ada orang yang sengaja menghilangkan ponsel tersebut?
  • Apa yang dilakukan Arya Daru di rooftop kantor Kemlu pada malam sebelum kematiannya? Apakah ada kaitannya dengan penyebab kematiannya?

Pihak kepolisian terus berupaya untuk mengungkap kebenaran di balik kematian Arya Daru Pangayunan. Diharapkan, dengan kerja keras dan ketelitian, kasus ini dapat segera terungkap dan keadilan dapat ditegakkan. Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan tidak mudah percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya, serta memberikan kesempatan kepada pihak kepolisian untuk menyelesaikan penyelidikan ini secara profesional dan transparan.

Mimpi Kompol I Made Yogi Purusa Utama untuk menjadi jenderal polisi hilang setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Nurhadi.

Karena wanita idamannya, I Made Yogi Purusa Utama kehilangan kesempatan untuk menjadi pejabat polisi.

Seperti yang diketahui, perempuan yang merusak karier I Made Yogi Purusa Utama bernama Misri Puspitasari.

Pada pesta tersebut juga hadir dua polisi muda selain Kompol I Made Yogi Purusa Utama.

Nama mereka adalah Brigadir Nurhadi dan Ipda Haris.

Pesta obat ekstasi atau inex berakhir dengan bencana.

Nurhadi diduga mengonsumsi obat penenang bernama riklona serta pil ekstasi atau inex.

Kemudian, dia dikabarkan pernah berusaha meyakinkan dan mendekati salah satu teman wanita tersangka.

Ada kejadian almarhum (Brigadir Nurhadi) berusaha meyakinkan dan mendekati rekan perempuan salah satu tersangka, itu kisahnya. Diduga melakukan pendekatan dan hal ini dikonfirmasi oleh saksi yang berada di TKP (tempat kejadian perkara)," ujar Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, dalam konferensi pers di Mapolda NTB, Jumat (4/7/2025).

Kira-kira pukul 21.00 WITA, salah satu tersangka yang berada di dalam villa memberi tahu kepada Brigadir Nurhadi bahwa korban sudah berada di kolam dan telah dievakuasi.

Dipecat dari Polri

Kompol I Made Yogi Purusa telah dipecat dari kepolisian atau diberhentikan secara tidak hormat (PTDH) sejak Selasa (27/5/2025).

Kompol I Made Yogi Purusa Utama dipecat karena terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi.

Ia diperkirakan menyebabkan kematian Brigadir Nurhadi di villa Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada hari Rabu (16/4/2025).

Berdasarkan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 mengenai kode etik profesi Polri, Yogi terbukti melanggar pasal 11 ayat (2) huruf b serta pasal 13 huruf e dan f.

Ia dijerat dengan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 mengenai penghapusan anggota Polri.

Seorang polisi lainnya yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah Ipda Haris Chandra (HC).

Seorang perempuan juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Misri.

Antara Misri dan Yogi memang saling mengenal sejak tahun 2024 lalu.

Yogi selanjutnya memanggil Misri ke Gili Trawangan agar menemani dirinya bersenang-senang di kolam renang villa pribadi.

Di sana Misri mendapatkan hadiah sebesar Rp 10 juta dan seluruh biaya perjalanan ditanggung oleh Kompol I Made Yogi.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yan Mangandar Putra, pengacara Misri.

"Mereka sudah saling mengenal sejak tahun 2024, namun hanya secara singkat. Dulu Yogi pernah dekat dengan seorang wanita di Jakarta yang temannya Misri," kata Yan, Selasa (8/7/2025).

Pada suatu hari, Yogi mengirimkan pesan melalui Instagram kepada Misri.

Pembicaraan kemudian berpindah ke WhatsApp, hingga percakapan pada tanggal 15 April 2025, sehari sebelum pembunuhan.

"Pada tanggal 15, Yogi menghubungi Misri dan mengajaknya 'Ayo ke Lombok, temani saya berlibur di sini bersama di Gili Trawangan,' " kata Yan.

Misri setuju untuk pergi ke Lombok.

"Berdasarkan kesepakatan, semua biaya ditanggung oleh Yogi, termasuk akomodasi, transportasi, serta biaya jasa sebesar Rp 10 juta per malam," kata Yan.

Saat tiba di Lombok, Misri dijemput oleh Nurhadi.

"Nurhadi adalah sopir Yogi," kata Yan.

Setelah diantar oleh Nurhadi, Misri melihat tiga orang yang hadir, yaitu Yogi, Haris, dan seorang wanita yang mendampingi Haris bernama Melanie Putri, bukan istri dari Haris.

Misri dikenal hanya lulusan Sekolah Menengah Atas, namun termasuk siswi yang berprestasi.

Misri adalah seorang anak yang kehilangan orang tua dan berasal dari lingkungan keluarga yang biasa saja.

Dulunya ayah Misri bekerja sebagai buruh dan pedagang ikan.

Setelah kematian ayahnya, Misri menjadi tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab menghidupi ibu dan lima saudaranya.

Profil Kompol I Made Yogi Purusa Utama

Kompol I Made Yogi Purusa Utama lahir di wilayah Jembrana, Bali.

Ia lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol) pada tahun 2010.

Kompol I Made Yogi Purusa Utama seangkatan dengan AKP Irfan Widyanto.

AKP Irfan adalah penerima Adhi Makayasa Akpol 2010 dan juga terdakwa dalam kasus penghalangan keadilan terkait pembunuhan berencana Brigadir J yang dilakukan oleh mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo.

Yogi Purusa telah menyelesaikan pendidikan Ilmu Kepolisian di Institut Ilmu Kepolisian pada tahun 2017.

Selain itu, pada tahun 2024, Yogi berhasil menyelesaikan seleksi Sespimen.

Namun, akibat terlibat dalam kasus ini, dia menghadapi ancaman pencabutan.

Nama lengkap beserta gelar yaitu Kompol I Made Yogi Purusa Utama, S.E., S.I.K., M.H.

Perjalanan karier

Pengalaman karier Kompol I Made Yogi Purusa Utama telah menghabiskan waktu di berbagai bidang dalam jajaran kepolisian negara ini.

Berbagai posisi penting di Polri pernah ia jabat.

Yogi pernah menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Narkoba Polresta Mataram.

Pada bulan April 2023, ia kemudian ditugaskan untuk menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram.

Setelah itu, Yogi dipindahkan ke Bidpropam Polda NTB pada November 2024.

Karier yang gemilang Yogi kini menghadapi ancaman untuk berhenti karena ia terlibat dalam kasus kematian bawahan sendirinya, yaitu Brigadir Nurhadi.

Harta kekayaan

Kompol Yogi Purusa memiliki kekayaan total sejumlah Rp1,1 miliar.

Asetnya tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia terakhir kali melaporkan kekayaannya dalam LHKPN KPK pada tanggal 10 Januari 2024 untuk periode tahun 2023.

Aset terbesar Kompol Yogi berasal dari tanah dan bangunan yang berada di Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah total sekitar Rp1,1 miliar.

Ia juga memiliki aset yang berasal dari kendaraan bermotor dan mesin motor Yamaha XMAX bernilai Rp45 juta.

Yogi mengakui memiliki tabungan sebesar Rp18 juta.

Berikut penjelasan detail mengenai harta kekayaan yang dimiliki oleh Kompol I Made Yogi Purusa Utama.

I. DATA HARTA

A. ASET TANAH DAN BANGUNAN sebesar Rp. 1.100.000.000

Lahan dan Bangunan Seluas 135 m2/100 m2 di KAB / KOTA SIDOARJO, Hasil Sendiri Rp. 1.100.000.000

B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 45.000.000

MOBIL, YAMAHA XMAX Tahun 2018, Hasil Sendiri Rp. 45.000.000

C. ASET BERGERAK LAINNYA Rp. ----

D. SURAT KUASA Rp. ----

E. Kas dan Setara Kas Rp. 18.159.838

F. HARTA LAINNYA Rp. ----

Sub Total Rp. 1.163.159.838

II. HUTANG Rp. ----

III. JUMLAH KEKAYAAN (I-III) Rp. 1.163.159.838

(/Tribun-Timur.com)

Seorang ayah yang baru saja pulang dari tanah suci harus mengalami dinginnya tahanan, setelah anaknya terlibat dalam kasus pengintegrasian pengemudi ShopeeFood.

Ironisnya, kejadian ini dimulai dari pertengkaran anaknya, Takbirdha Tsalasiwi Wartyana (TTW), yang viral sebagai "mas pelayaran", karena tidak puas dengan pesanan makanannya yang terlambat datang.

Tidak hanya TTW, ayah dan saudara kandungnya juga ditetapkan sebagai tersangka.

Ayah mas pelayaran yang baru saja kembali dari haji mengalami masalah hukum dan kini ditahan karena dugaan kasus penganiayaan terhadap supir ShopeeFood.

Sebelumnya, anaknya Takbirdha Tsalasiwi Wartyana (TTW) yang dikenal sebagai pria yang mengaku bekerja di bidang pelayaran terlibat perkelahian dengan pengemudi ojek online yang mengantar makanan.

Namun pertengkaran tersebut justru berakhir dengan penganiayaan.

Bahkan, Ketua RT merasa kaget karena kondisi wilayahnya tiba-tiba menjadi ramai.

Ternyata keramaian tersebut disebabkan oleh warga bernama Takbirdha Tsalasiwi Wartyana (TTW).

Ketua RT 3 Bantulan, Nur Salim, mengatakan kaget ketika ratusan pengemudi ojek online berkumpul di wilayahnya pada malam Kamis (3/7/2025).

Mereka mengunjungi rumah keluarga Takbirdha Tsalasiwi Wartyana (TTW) guna menuntut pertanggungjawaban terkait dugaan penganiayaan terhadap pasangan pengemudi ShopeeFood.

"Baru pulang siang, malamnya sudah heboh," kata Nur Salim saat diwawancarai TribunJogja.com, Sabtu (5/7/2025).

Salim menjelaskan, ayah TTW baru saja tiba dari ibadah haji, sehingga seluruh anggota keluarga besar sedang berkumpul di rumah.

TTW yang bekerja sebagai pegawai Bea Cukai di luar Pulau Jawa juga sedang berada dalam masa cuti untuk berkunjung ke keluarganya di Sleman.

Namun, belum sampai sehari berada di kampung halaman, TTW justru terlibat dalam kejadian penganiayaan yang berdampak panjang.

Viral sebagai 'Mas-mas Pelayaran'

Tokoh TTW menjadi perhatian setelah videonya menyebar dan ia memperkenalkan diri sebagai "mas-mas pelayaran".

Namun, pihak kepolisian memberikan penjelasan bahwa TTW bukan lulusan dari sekolah pelayaran.

"Untuk TTW ini bukan berasal dari pelaut atau sekolah pelaut. Yang bersangkutan hanya bekerja di perusahaan sebagai staf administrasi pelabuhan Fatufia Morowali, Sulawesi Tengah," ujar Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Wahyu Agha Ari Septyan, di Mapolresta Sleman, Senin (7/7/2025).

TTW adalah lulusan Sarjana Akuntansi dari sebuah universitas yang berada di Yogyakarta.

Menurut Agha, istilah "pelayaran" yang digunakan TTW saat bertengkar dengan korban dimaksudkan untuk menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang taat aturan.

"Intinya, penyebutan pelayaran dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa dia teratur dan disiplin. Tidak ada istilah terlambat. Itulah intinya," kata Agha.

Polisi Mengungkap Urutan Kejadian Penganiayaan Sopir Ojek Online oleh TTW

Peristiwa ini dimulai pada hari Kamis (3 Juli 2025) sekitar pukul 21.30 WIB.

Pengemudi Shopee Food yang bernama ADP bersama kekasihnya, AML, sedang melakukan pengiriman pesanan dari TTW di wilayah Bantulan, Sidoarum, Godean.

Malam itu, sistem aplikasi mengalami pesanan ganda sehingga TTW diminta untuk mengetahui kemungkinan keterlambatan pengiriman pesanan.

Selain itu, proses pengiriman terganggu akibat kemacetan jalan, sehingga mengakibatkan keterlambatan sekitar lima menit.

Saat AML berusaha memberikan penjelasan mengenai keterlambatan, terjadi perdebatan dengan TTW yang diduga menarik pakaian korban dan berusaha mendekatinya.

Tindakan itu dihentikan oleh penduduk setempat.

Selain TTW, dua anggota keluarga lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu kakaknya THW (32) dan ayahnya RTW (58).

Diketahui, ayah TTW baru saja kembali dari ibadah haji.

Ketiganya ditahan di kantor polisi Sleman.

Menurut Agha, mereka mengakui memiliki niat untuk menengahi, tetapi metode yang diterapkan justru menyebabkan kekerasan fisik terhadap korban.

"Jika penjelasan mereka ingin menengahi, tetapi menengahi dengan cara yang salah. Yang mengakibatkan korban tersebut terluka," katanya.

THW menarik pakaian korban dan mendorongnya hingga jatuh beberapa kali, sementara RTW menarik rambut dan tangan korban hingga korban kembali terjatuh.

Aksi Demonstrasi Sopir Online hingga Penetapan Tersangka

Peristiwa itu memicu tindakan solidaritas dari ratusan pengemudi ojek online pada Sabtu (5/7/2025) dini hari.

Mereka mengunjungi rumah keluarga TTW, yang berakhir dengan tindakan kerusakan terhadap mobil polisi.

Meskipun korban AML telah lebih dahulu melaporkan kejadian tersebut ke Mapolresta Sleman pada Jumat (4/7) dini hari.

Setelah melakukan penyelidikan, pihak kepolisian secara resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dan langsung melakukan penahanan sejak Minggu (6/7/2025).

(/Tribun-Medan.com)

, Jakarta- Mantan pejabat tinggi di Mahkamah Agung (MA)Zarof Ricarditetapkan kembali sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), kali ini terkait dugaan praktik suap dan persekongkolan jahat dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Tinggi Jakarta serta MA pada masa 2023-2025.

Kepala Pusat Komunikasi Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan Zarof diduga menerima uang suap sebesar Rp 1 miliar dalam upaya membantu penyelesaian perkara perdata terkait sengketa warisan.

Selain Zarof, Kejaksaan Agung juga menetapkan pengacara Lisa Rachmat dan Isidorus Iswardojo sebagai tersangka dalam kasus ini. “Saat perkara sedang diproses di tingkat banding dengan nomor perkara Perdata Tingkat Banding Nomor 1144/Pdt/2023/PT DKI, Lisa Rachmat selaku Penasehat Hukum Isidorus Iswardojo (Penggugat) sepakat dengan Zarof Ricar untuk mengurus perkara banding tersebut,” ujar Harli kepada Tempo saat dihubungi pada Sabtu, 12 Juli 2025.

Dalam kasus ini, Isidorus menggugat anak angkatnya, Ineke Iswardojo, dalam persengketaan aset warisan yang terdiri dari beberapa rumah di Australia yang dibeli oleh Ineke dengan uang milik Isidorus dan istrinya, Catharina Inge Mariani Djuhadi, yang telah meninggal pada tahun 2022 akibat sakit.

Dalam surat gugatannya, Isidorus menganggap Ineke, yang ia akui bukan anak kandung dari pernikahannya dengan Catharina, telah menipu Isidorus dan istrinya agar membeli rumah tersebut dengan nama sendiri.

Untuk memenangkan perkara di tingkat banding, Isidorus selanjutnya mengajukan permohonan bantuan Zarof Ricar melalui Lisa Rachmat. "Biaya yang diperlukan untuk memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat di tingkat banding sepakat sebesar Rp 6 miliar dengan rincian Rp 5 miliar untuk hakim yang menangani perkara di tingkat banding dan Rp 1 miliar untuk Zarof Ricar," kata Harli.

Selain itu, Zarof Ricar dan Lisa Rachmat sepakat untuk memberikan suap senilai Rp 5 miliar kepada hakim agar tidak menerima gugatan terhadap Isidorus dalam perkara kasasi Nomor 4515 K/PDT/2024 di Mahkamah Agung RI.

Dalam kasus ini, Isidorus terlibat dalam proses kasasi setelah dia membatalkan kontrak sebagai kuasa hukum terhadap seorang advokat. "Advokat tersebut mengajukan gugatan terhadap Isidorus dan dalam proses kasasi," kata Harli.

Selanjutnya, Harli menyatakan, uang sebesar Rp 1 miliar yang diterima Zarof termasuk dalam dana hampir Rp 1 triliun yang beberapa waktu lalu ditemukan di rumahnya. “Ini perkembangan dari data-data yang kita temukan, kita lakukan penggeledahan di rumah ZR beberapa waktu yang lalu, yang saat ini sedang dalam proses penanganan kasusnya,” ujarnya.

Sebelumnya, Jampidsus Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di rumah Zarof Ricar yang berada di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Dari kegiatan tersebut, para penyidik mengamankan uang sebesar SG$ 74.494.427, US$ 1.897.362, EUR 71.200, HK$ 483.320, serta mata uang Rupiah sejumlah Rp 5.725.075.000.

"Jika diubah ke dalam rupiah, jumlahnya mencapai Rp 920.912.303.714 (Rp 920,91 miliar)," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar. Selain itu, juga ditemukan emas batangan seberat 51 kg yang diperkirakan bernilai Rp 99 miliar.

Selain uang tunai, Qohar menyebutkan bahwa penyidik juga mengamankan 498 keping logam mulia berupa emas dengan berat total 100 gram, empat keping logam mulia emas seberat 50 gram, serta satu keping logam mulia emas seberat 1 kilogram dari rumah Zarof, sehingga keseluruhan jumlahnya sekitar 51 kilogram.

Atas perbuatannya, Zarof Ricardiputuskan dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar yang bersifat tambahan selama 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan tindak pidana pemufakatan jahat dengan memberikan suap kepada hakim agar memengaruhi putusan perkara terdakwa dalam kasus pembunuhan yang melibatkan Ronald Tannur, serta menerima pemberian secara tidak sah. Putusan tersebut dibacakan oleh majelis hakim pada hari Rabu, 18 Juni 2025 lalu.

Diberdayakan oleh Blogger.