Halloween party ideas 2015
Tampilkan postingan dengan label kasus kriminal. Tampilkan semua postingan

JAKARTA, –Adriana Angela Brigita, istri terdakwa Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka merupakan upaya "tukar kepala" karena ia menolak untuk menyeret nama Budi Arie Setiadi, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dalam kasus perlindungan situs judi.online (judol) agar tidak diblokir.

Brigita menyampaikan pernyataan itu ketika diperiksa sebagai terdakwa dalam rangkaian kasus TPPU terkait perkara yang menjerat suaminya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada hari Rabu (16 Juli 2025).

Brigita mengungkapkan hal tersebut saat menjawab pertanyaan dari pengacaranya, Christian Malonda.

Christian mempertanyakan alasan Brigita menjadi terdakwa, padahal ia mengaku tidak pernah menerima sepeser pun dari uang miliaran rupiah yang diperoleh dari praktik melindungi situs judi online agar tidak diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Brigita juga diklaim tidak menyadari peran Tony dalam kegiatan ilegal itu. Brigita berdalih bahwa dirinya tidak mengerti hukum, terutama mengenai TPPU.

"Saya bingung, di mana letak kekeliruan saya? Apa yang telah saya perbuat hingga akhirnya saya berada di situasi ini? Berbagai hal mungkin menjadi penyebabnya, tapi saya tidak paham faktor mana yang paling berpengaruh," ujar Brigita dengan nada gemetar.

Kemudian, dia menyinggung ucapan dari mantan pengacaranya yang disinyalir menyarankan dirinya dijadikan "tumbal" karena gagal melibatkan Budi Arie.

"Aku hanya ingat satu pernyataan dari mantan pengacaraku, katanya aku membuat alat 'tukar kepala' dengan Budi Arie. Itu yang diungkapkan oleh pengacaraku dulu," kata Brigita sambil terisak di persidangan.

Brigita mengungkapkan bahwa pengacara sebelumnya pernah membujuk Tony untuk mengakui dalam BAP bahwa Budi Arie menerima kucuran dana senilai Rp 14 miliar.

“(Mantan) pengacara saya sempat menyatakan, 'Ibu, tolong bilang Bapak, sudah bilang saja Bapak, Pak Budi Arie sudah terima 14 M (Rp 14 muiliar). Ibu keluar (tidak terjerat kasus)',” ungkap Brigita.

Ia berkali-kali mengulang pernyataan itu di persidangan, mengingat kembali percakapan antara dirinya dan eks pengacara.

“Pengacara saya mengatakan demikian, 'Ibu kalau misalnya bisa maksa Bapak (Tony), Bapak kasih pernyataan saja Budi Arie sudah menerima 14 M, Ibu keluar (bebas dari kasus)',” ujarnya.

Brigita kemudian menanyakan hal tersebut kepada Tony saat mereka dipertemukan.

“(Eks pengacara bilang), ‘benar atau enggak, ini one on one’. Bahasanya seperti itu. ‘Ini one on one, yang terpenting ibunya bisa bebas. Yang esensial di sini hanyalah pengakuan dari suami ibu bahwa Budi Arie telah menerima dana sebesar 14 miliar,” jelas Brigita.

Tidak lama setelah obrolan tersebut, Tony dibebaskan dari penjara untuk bertemu dengan Brigita. Pada momen itu, Brigita mengajukan serangkaian pertanyaan mendesak kepada Tony mengenai kebenaran perkataan mantan pengacaranya.

Brigita menuturkan percakapannya dengan sang suami, "'Pak, apa betul kamu memberikan 14 miliar kepada Pak Budi Arie?' 'Tidak benar, tidak, tidak ada hal seperti itu.' Saya katakan padanya, 'Ini serius lho, katanya jika kamu mengakuinya, saya akan melepaskanmu'.

"(Saya bertanya), 'Tapi ini fakta atau bukan?', 'Saya tidak pernah, sama sekali tidak pernah menyerahkan uang sebesar 14 miliar kepada Bapak Budi Arie, tidak pernah'," imbuh Brigita.

Brigita menyarankan Tony untuk menghilangkan pernyataan tersebut dari BAP karena tidak ingin melibatkan orang yang tidak bersalah.

Usai kejadian tersebut, Tony digiring ke ruang interogasi. Brigita tidak tahu menahu isi pembicaraan di sana, namun setelahnya ia kembali di-BAP hingga pukul empat pagi. Kemudian, ia diminta untuk meninjau ulang berita acara pemeriksaan tersebut dan menerima surat perintah penahanan.

"Perasaan saya benar-benar remuk saat itu. Mengapa saya langsung ditetapkan sebagai tersangka? Padahal, saya baru membaca sekitar dua atau tiga halaman, lalu tiba-tiba status saya berubah menjadi tersangka," kata Brigita.

"Waktu itu, saya langsung menyerahkan semua berkas pemeriksaan (BAP) ke pengacara saya dan bertanya, 'Mengapa ini bisa terjadi?'. Dengan perasaan sangat sedih, saya hanya bisa menangis karena kecewa dan terluka. Saya menandatangani semua BAP tersebut tanpa membacanya lagi," ujarnya sambil terisak.

Brigita juga mengklaim bahwa Berita Acara Pemeriksaannya telah diubah. Ia menyatakan baru menerima kopi BAP tersebut dari pihak kejaksaan pada bulan lalu.

"Kami baru menerima salinan BAP ketika kami memintanya kepada pihak kejaksaan. Para jaksa menyerahkan BAP tersebut kepada kami. Padahal, sebelumnya setiap kali kami meminta BAP, permintaan itu selalu diabaikan," ujarnya dengan nada menekankan.

Terungkap, ada empat kelompok berbeda dalam kasus suap perlindungan situs judi online agar tidak diblokir oleh Kominfo, yang saat ini sedang diproses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kelompok pertama terdiri dari koordinator Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony yang juga dikenal sebagai Tony, Muhrijan yang juga disebut Agus, serta Alwin Jabarti Kiemas.

Kelompok kedua yang terdiri dari mantan karyawan Kementerian Kominfo adalah para terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.

Kelompok ketiga adalah para perwakilan dari situs judi online. Terdakwa dalam kasus ini meliputi Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, dan Ferry alias William alias Acai.

Klaster keempat dalam kasus TPPU meliputi pihak-pihak yang menampung dan melindungi hasil dari aktivitas judi online. Tiga terdakwa baru yang teridentifikasi adalah Rajo Emirsyah, Darmawati, dan Adriana Angela Brigita.

Dalam kasus yang melibatkan terdakwa terkait TPPU, ia didakwa melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 mengenai hal yang sama, atau Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Skandal Laptop: Jejak Jurist Tan, Google, dan Nadiem

Mantan staf khusus Nadiem Makarim, Jurist Tan, ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan laptop Chromebook oleh Kejaksaan Agung karena rekam jejaknya.

Bersama dengan Ibrahim Arief, seorang konsultan teknologi di Kemendikbud Ristek, Sri Wahyuningsih yang menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbud periode 2020-2021, serta Mulatsyah, Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang juga memegang peran sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemendikbud pada tahun 2020-2021, ia juga ditetapkan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut.

"Dengan bukti yang memadai, keempat orang itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik pada malam hari ini," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, pada hari Selasa (15/7/2025).

Saat ini, Jaksa Agung belum menahan Jurist Tan karena yang bersangkutan masih di luar Indonesia.

Lalu, seperti apa sosok Jurist Tan?

Rekam jejak Jurist Tan

Informasi mengenai kehidupan pribadi Jurist Tan terbilang minim.

Akan tetapi, Jurist Tan adalah sosok yang populer di kalangan startup Indonesia.

Pengacara Tan dikabarkan pernah ikut serta dalam manajemen awal Gojek bersama dengan Brian Cu.

Ia Jurist Tan sempat meraih gelar Magister Administrasi Publik dalam Pembangunan Internasional (MPA/ID) dari Yale University.

Dari informasi yang diterima, suami Jurist Tan merupakan petinggi di Google Asia Tenggara.

Jurist Tan saat ini terdeteksi tengah mengajar di luar negeri.

Maka dari itu, Kejagung belum bisa menahannya dan tengah berusaha untuk mengejar Jurist Tan.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, seperti yang dilansir dari Kompas.com, keterangan ini diberikan karena yang bersangkutan dikabarkan masih aktif sebagai pengajar.

Harli menyatakan bahwa keberadaan Jurist saat ini masih belum diketahui oleh tim penyidik. Sementara itu, Kejaksaan Agung telah menahan dua orang yang berstatus tersangka, yaitu Sri dan Multasyah, selama 20 hari mendatang di Rumah Tahanan Salemba yang merupakan bagian dari Kejaksaan Agung.

Ibrahim Arief, sang tersangka, dialihkan menjadi tahanan kota karena kondisi jantungnya yang cukup parah.

IBAM dikenakan status tahanan kota setelah pemeriksaan dokter menunjukkan adanya gangguan jantung kronis. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa keputusan penahanan kota tetap diambil berdasarkan hasil rapat.

Keempat terdakwa dikenakan pasal 2 ayat 1 juncto pasal 3 juncto 18 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kejagung Periksa 40 Orang

Saat ini, Kejaksaan Agung telah memeriksa lebih dari 40 saksi terkait kasus yang diduga sebagai korupsi dalam proses pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada periode 2019 hingga 2022.

Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, menyatakan bahwa pihaknya telah meminta keterangan dari pihak Google beberapa waktu lalu.

Pemeriksaan ini tak terlepas dari pengadaan laptop Chromebook yang di mana merupakan produk dari Google.

Selain itu, lanjutnya, penyidik juga sudah melakukan penggeledahan di kantor GoTo dan menyita sejumlah barang bukti.

Oleh karena itu, menurut Harli, penyidik juga akan melakukan pendalaman soal keterkaitan antara barang bukti yang telah disita dengan sejumlah saksi yang telah diperiksa sebelumnya.

Ini mencakup pemeriksaan ulang terhadap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, pada hari Selasa.

Ia menambahkan bahwa penyidik telah menelaah, mengkaji, dan menganalisis barang bukti, baik yang berbentuk dokumen maupun yang tersimpan secara elektronik.

"Oleh karena itu, menurut saya, kehadiran Nadiem Makarim sangat krusial bagi tim penyidik saat ini. Selain untuk menggali lebih dalam berbagai informasi, mungkin juga untuk melakukan verifikasi," tutupnya.

Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, menyatakan bahwa penetapan keempat orang tersebut sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti yang memadai dalam proses penyidikan yang telah berjalan selama dua bulan.

"Berdasarkan bukti yang memadai, keempat orang itu malam ini ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik," ujar Qohar dalam konferensi pers pada hari Selasa, 15 Juli 2025.

2 Tersangka Ditahan

Setelah status tersangka ditetapkan, penyidik segera menahan Sri dan Multasyah selama 20 hari mendatang di Rumah Tahanan Salemba, bagian dari Kejaksaan Agung.

Saat ini, Jurist Tan belum ditahan karena masih berada di luar Indonesia.

Sementara itu, Ibrahim Arief, yang berstatus tersangka, dikenakan status tahanan kota karena kondisi jantungnya yang cukup parah.

Qohar menjelaskan bahwa IBAM dikenakan tahanan kota karena hasil pemeriksaan dokter menunjukkan adanya gangguan jantung kronis. Keputusan penahanan kota tetap dilaksanakan berdasarkan hasil rapat.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, keempat orang tersebut dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 3 Jo 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(Tribun Medan/TribunnewsBangkapos.com)

, Jakarta- Mantan pejabat tinggi di Mahkamah Agung (MA)Zarof Ricarditetapkan kembali sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), kali ini terkait dugaan praktik suap dan persekongkolan jahat dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Tinggi Jakarta serta MA pada masa 2023-2025.

Kepala Pusat Komunikasi Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan Zarof diduga menerima uang suap sebesar Rp 1 miliar dalam upaya membantu penyelesaian perkara perdata terkait sengketa warisan.

Selain Zarof, Kejaksaan Agung juga menetapkan pengacara Lisa Rachmat dan Isidorus Iswardojo sebagai tersangka dalam kasus ini. “Saat perkara sedang diproses di tingkat banding dengan nomor perkara Perdata Tingkat Banding Nomor 1144/Pdt/2023/PT DKI, Lisa Rachmat selaku Penasehat Hukum Isidorus Iswardojo (Penggugat) sepakat dengan Zarof Ricar untuk mengurus perkara banding tersebut,” ujar Harli kepada Tempo saat dihubungi pada Sabtu, 12 Juli 2025.

Dalam kasus ini, Isidorus menggugat anak angkatnya, Ineke Iswardojo, dalam persengketaan aset warisan yang terdiri dari beberapa rumah di Australia yang dibeli oleh Ineke dengan uang milik Isidorus dan istrinya, Catharina Inge Mariani Djuhadi, yang telah meninggal pada tahun 2022 akibat sakit.

Dalam surat gugatannya, Isidorus menganggap Ineke, yang ia akui bukan anak kandung dari pernikahannya dengan Catharina, telah menipu Isidorus dan istrinya agar membeli rumah tersebut dengan nama sendiri.

Untuk memenangkan perkara di tingkat banding, Isidorus selanjutnya mengajukan permohonan bantuan Zarof Ricar melalui Lisa Rachmat. "Biaya yang diperlukan untuk memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat di tingkat banding sepakat sebesar Rp 6 miliar dengan rincian Rp 5 miliar untuk hakim yang menangani perkara di tingkat banding dan Rp 1 miliar untuk Zarof Ricar," kata Harli.

Selain itu, Zarof Ricar dan Lisa Rachmat sepakat untuk memberikan suap senilai Rp 5 miliar kepada hakim agar tidak menerima gugatan terhadap Isidorus dalam perkara kasasi Nomor 4515 K/PDT/2024 di Mahkamah Agung RI.

Dalam kasus ini, Isidorus terlibat dalam proses kasasi setelah dia membatalkan kontrak sebagai kuasa hukum terhadap seorang advokat. "Advokat tersebut mengajukan gugatan terhadap Isidorus dan dalam proses kasasi," kata Harli.

Selanjutnya, Harli menyatakan, uang sebesar Rp 1 miliar yang diterima Zarof termasuk dalam dana hampir Rp 1 triliun yang beberapa waktu lalu ditemukan di rumahnya. “Ini perkembangan dari data-data yang kita temukan, kita lakukan penggeledahan di rumah ZR beberapa waktu yang lalu, yang saat ini sedang dalam proses penanganan kasusnya,” ujarnya.

Sebelumnya, Jampidsus Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di rumah Zarof Ricar yang berada di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Dari kegiatan tersebut, para penyidik mengamankan uang sebesar SG$ 74.494.427, US$ 1.897.362, EUR 71.200, HK$ 483.320, serta mata uang Rupiah sejumlah Rp 5.725.075.000.

"Jika diubah ke dalam rupiah, jumlahnya mencapai Rp 920.912.303.714 (Rp 920,91 miliar)," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar. Selain itu, juga ditemukan emas batangan seberat 51 kg yang diperkirakan bernilai Rp 99 miliar.

Selain uang tunai, Qohar menyebutkan bahwa penyidik juga mengamankan 498 keping logam mulia berupa emas dengan berat total 100 gram, empat keping logam mulia emas seberat 50 gram, serta satu keping logam mulia emas seberat 1 kilogram dari rumah Zarof, sehingga keseluruhan jumlahnya sekitar 51 kilogram.

Atas perbuatannya, Zarof Ricardiputuskan dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar yang bersifat tambahan selama 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan tindak pidana pemufakatan jahat dengan memberikan suap kepada hakim agar memengaruhi putusan perkara terdakwa dalam kasus pembunuhan yang melibatkan Ronald Tannur, serta menerima pemberian secara tidak sah. Putusan tersebut dibacakan oleh majelis hakim pada hari Rabu, 18 Juni 2025 lalu.

Diberdayakan oleh Blogger.