Halloween party ideas 2015
Tampilkan postingan dengan label berinvestasi. Tampilkan semua postingan

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyoroti program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai sebuah investasi strategis. Pernyataan ini disampaikan dalam pidatonya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, pada hari Sabtu, 22 November. Dalam sesi kedua KTT G20 yang dihadiri oleh puluhan pemimpin negara, Gibran menegaskan bahwa ketahanan pangan dan program MBG tidak hanya sekadar agenda ekonomi semata.

"Presiden Indonesia berfokus pada ketahanan pangan dan Makan Bergizi Gratis bagi 80 juta pelajar dan ibu hamil sebagai investasi strategis. Hal ini tidak hanya mendorong penggunaan produk lokal dan memberdayakan petani serta peternak, tetapi juga memperluas kegiatan ekonomi di berbagai sektor," ujar Wapres Gibran, yang disaksikan melalui siaran media KTT G20 di Johannesburg.

Pada forum internasional tersebut, Gibran memaparkan bahwa program MBG telah menciptakan efek berganda yang signifikan. Salah satu dampak utamanya adalah peningkatan penggunaan bahan baku lokal dan pemberdayaan petani serta peternak yang berperan sebagai pemasok utama dalam program ini.

Fokus KTT G20: Pembangunan Dunia yang Tangguh

Sesi kedua KTT G20 secara khusus mengangkat tema pembangunan dunia yang tangguh atau resilient world. Pembahasan dalam sesi ini mencakup berbagai isu krusial, mulai dari penanggulangan kebencanaan, mitigasi perubahan iklim, transisi energi yang berkeadilan (just energy transition), hingga penguatan sistem pangan global.

Menanggapi isu-isu tersebut, Gibran menekankan urgensi solidaritas global dan kepemimpinan yang tegas untuk menghadapi krisis yang semakin intensif. Pemerintah Indonesia secara aktif mengajak Afrika Selatan untuk bersama-sama memajukan ketahanan di sektor energi, air, dan pangan.

Indonesia dan Realitas Bencana: Ketahanan sebagai Kebutuhan

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang terletak di Cincin Api Pasifik, menghadapi tantangan alam yang signifikan. Lebih dari 3.000 bencana terjadi setiap tahun, mulai dari gempa bumi, banjir, hingga letusan gunung berapi. Kondisi geografis yang unik ini menjadikan ketahanan pangan, air, dan energi bukan sekadar slogan, melainkan sebuah realitas yang harus dihadapi setiap hari oleh masyarakat Indonesia.

"Berangkat dari pengalaman-pengalaman ini, Indonesia mempromosikan konsep ketahanan berkelanjutan, sebuah kerangka kerja yang memungkinkan pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, dan perlindungan lingkungan berjalan selaras," jelas Gibran. Konsep ini menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara kemajuan manusia dan kelestarian alam.

Prinsip Pembangunan Mandiri dan Kerja Sama Inklusif

Dalam forum global tersebut, Wakil Presiden Gibran juga menegaskan keyakinan Pemerintah Indonesia bahwa setiap negara berhak untuk memetakan jalur pembangunannya sendiri. Di hadapan para pemimpin dunia, ia menyampaikan bahwa tidak ada satu metode tunggal yang paling tepat untuk pembangunan suatu negara, sehingga kerja sama yang saling memberdayakan menjadi kunci.

"Indonesia percaya bahwa setiap negara berhak memetakan jalur pembangunannya sendiri karena tidak ada satu model yang cocok untuk semua. Tidak ada yang namanya metode terbaik," tegas Wapres Gibran. Pandangan ini menekankan pentingnya menghargai keunikan dan kebutuhan spesifik setiap negara dalam merancang strategi pembangunannya.

Ekonomi Berkelanjutan: Pertumbuhan yang Adil dan Inklusif

Pada sesi pertama KTT G20, para pemimpin dunia berdiskusi mendalam mengenai isu ekonomi berkelanjutan, peran perdagangan dan keuangan dalam mendorong pembangunan, serta persoalan utang yang membebani negara-negara berkembang.

Menyikapi hal ini, Gibran menyampaikan pandangan Indonesia bahwa pertumbuhan global tidak hanya dituntut untuk kuat, tetapi juga harus adil dan inklusif agar dapat memberikan manfaat bagi setiap bangsa. Indonesia menyambut baik fokus G20 pada keuangan berkelanjutan, namun menekankan bahwa ambisi harus lebih jauh lagi untuk menutup kesenjangan yang ada. Upaya adaptasi, mitigasi, dan transisi yang adil serta setara perlu menjadi prioritas utama.

"Dunia membutuhkan pembiayaan yang lebih mudah diakses, terprediksi, dan setara, terutama bagi negara-negara berkembang, melalui keringanan utang, pembiayaan inovatif, pembiayaan campuran, dan mekanisme transisi hijau," ujar Gibran.

Lebih lanjut, Wapres merinci komitmen Pemerintah Indonesia dalam mendukung keberlanjutan. Pemerintah mengalokasikan lebih dari separuh anggaran iklim nasional, yang mencapai sekitar US$ 2,5 miliar per tahun, untuk berbagai program. Dana ini diarahkan untuk mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hijau, program asuransi pertanian, serta pengembangan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim.

Wakil Presiden Gibran dijadwalkan untuk menyampaikan pidatonya dalam tiga sesi KTT G20. Sesi ketiga akan berfokus pada isu pekerjaan layak (decent work) dan tata kelola kecerdasan buatan (AI), serta mineral kritis yang menjadi salah satu usulan dan fokus kepentingan Indonesia dalam pertemuan kali ini.

Dalam percakapan mengenai pengelolaan keuangan, sering muncul satu pertanyaan menarik: mengapa ada orang yang disiplin menabung, mengelola pengeluaran dengan ketat, dan menjalani hidup sederhana, tetapi tetap merasa tidak bergerak maju secara finansial? 

Di sisi lain, ada pula individu yang juga menerapkan pola hidup hemat namun justru berhasil meningkatkan taraf hidupnya sedikit demi sedikit, memiliki dana darurat yang semakin kuat, bisa mulai berinvestasi, dan tampak lebih stabil serta terarah dalam mencapai tujuan finansial. 

Padahal, secara kasat mata, keduanya sama-sama menahan diri dari gaya hidup konsumtif, sama-sama berusaha hidup sederhana, dan sama-sama berhemat.

Perbedaan hasil ini memunculkan satu kesimpulan penting: faktor kunci dalam keberhasilan finansial bukan hanya tindakan hemat itu sendiri, melainkan cara pandang atau mindset yang mendasarinya. 

Hemat yang lahir dari rasa terpaksa dan ketakutan terhadap kekurangan ternyata memberikan hasil yang berbeda dibandingkan hemat yang dilandasi strategi, perhitungan matang, dan orientasi jangka panjang. 

Dalam bahasa sederhana, ada perbedaan mendasar antara "hemat untuk bertahan hidup" dan "hemat untuk berkembang".

Pemahaman ini menjadi semakin relevan di tengah tantangan ekonomi, inflasi biaya hidup, serta tuntutan gaya hidup modern yang kerap memicu budaya konsumtif dan FOMO. 

Banyak orang beranggapan bahwa satu-satunya jalan untuk keluar dari tekanan ekonomi adalah dengan mengencangkan ikat pinggang. 

Namun pola pikir yang salah dalam memahami konsep frugal living justru bisa membuat seseorang terjebak pada lingkaran stagnasi.

Artikel ini mencoba mengurai perbedaan cara pandang antara dua kelompok tersebut, serta bagaimana perspektif yang tepat dapat membantu seseorang mendapatkan kendali lebih besar atas keuangannya.

Hemat untuk Jangka Pendek versus Fokus pada Nilai Jangka Panjang

Salah satu perbedaan paling jelas antara mereka yang cenderung stagnan secara finansial dan mereka yang mampu bertumbuh adalah bagaimana keduanya memandang penghematan. Kelompok pertama biasanya terobsesi pada penghematan sesaat. 

Mereka mencari harga termurah dalam setiap transaksi, rela berkeliling beberapa toko demi mendapatkan potongan harga kecil, atau memilih produk paling murah tanpa mempertimbangkan kualitas. 

Dalam jangka pendek, strategi ini tampak rasional. Namun pada banyak kasus, keputusan semacam itu justru membawa biaya lebih besar di masa depan, karena barang yang murah kerap memiliki kualitas rendah, cepat rusak, dan harus diganti berulang kali.

Sementara itu, orang dengan pendekatan finansial yang lebih matang cenderung memikirkan nilai jangka panjang. Mereka tidak sekadar melihat harga, tetapi manfaat dan ketahanannya. 

Membeli produk berkualitas lebih tinggi---meskipun harganya sedikit lebih mahal---dipandang sebagai investasi yang dapat memberikan keuntungan dalam bentuk durabilitas, efisiensi waktu, dan kenyamanan. 

Mereka memahami bahwa penghematan tidak selalu berarti mengeluarkan uang sesedikit mungkin, melainkan memastikan setiap pengeluaran memberi hasil maksimal.

Pendekatan ini sejatinya tidak hanya berlaku untuk barang, tetapi juga waktu, tenaga, dan kualitas hidup. 

Konsep "mahal di awal, hemat di akhir" bukan berarti boros, melainkan strategi perencanaan yang realistis dan rasional.

Hemat karena Keterpaksaan versus Hemat sebagai Strategi

Banyak orang menerapkan gaya hidup hemat bukan karena pilihan, melainkan kondisi. 

Pendapatan terbatas, kewajiban finansial besar, dan tuntutan hidup sehari-hari memaksa mereka untuk menekan pengeluaran serendah mungkin. 

Hemat menjadi respons atas tekanan, bukan keputusan berdasarkan arah yang jelas. Dalam jangka panjang, kondisi ini sering menimbulkan rasa lelah, frustrasi, dan kelelahan emosional, karena upaya penghematan dilakukan dalam tekanan dan kecemasan.

Sebaliknya, kelompok yang mampu berkembang secara finansial memiliki hubungan yang lebih tenang dengan uang. 

Mereka memilih untuk berhemat karena memiliki tujuan jelas: mengelola arus kas, mengalokasikan dana untuk investasi, mempersiapkan masa depan, atau menjaga disiplin keuangan agar tidak terjebak gaya hidup berlebihan. 

Hemat bagi mereka bukan simbol kekurangan, melainkan tanda kendali. 

Mereka sadar bahwa kemampuan mengatur pengeluaran kecil menjadi fondasi untuk mengelola uang dalam jumlah yang lebih besar.

Dengan kata lain, hemat sebagai strategi memberikan energi positif dan rasa kepemilikan atas keuangan sendiri, bukan sekadar ketahanan terhadap tekanan.

Ketakutan Kekurangan vs Kepercayaan terhadap Pertumbuhan

Cara seseorang memandang uang sangat dipengaruhi oleh mindset dasar mengenai kelimpahan dan kekurangan. 

Mereka yang hidup dengan pola pikir scarcity atau kekurangan meyakini bahwa uang adalah sumber daya yang sangat terbatas dan sulit diperoleh. Setiap pengeluaran terasa menakutkan, karena mereka khawatir tidak mampu menggantinya. 

Pandangan ini menghambat kemampuan untuk mengambil peluang finansial. Misalnya, kesempatan mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi sering ditolak karena dianggap pemborosan, atau peluang usaha kecil terlewat karena rasa takut rugi.

Di sisi lain, mereka yang memiliki abundance mindset atau pola pikir kelimpahan percaya bahwa uang dapat terus mengalir jika dikelola dengan bijak, ditingkatkan melalui kemampuan, dan diputar melalui instrumen produktif. 

Pandangan ini bukan berarti mereka boros atau menganggap uang mudah, melainkan memiliki keyakinan bahwa kemampuan menghasilkan uang dapat diasah dan diperluas. 

Mereka bersedia berinvestasi pada diri sendiri, membangun jaringan, dan berani mengambil langkah-langkah jangka panjang yang mungkin tidak memberikan hasil instan, tetapi berpotensi besar meningkatkan kualitas hidup di masa depan.

Perbedaan pola pikir ini membuat kelompok dengan abundance mindset cenderung memiliki ketenangan emosional yang lebih baik terkait keuangan, sehingga mampu mengambil keputusan yang lebih rasional.

Menunda Investasi vs Menjadikan Investasi Prioritas

Salah satu kesalahan umum dalam perencanaan keuangan adalah menempatkan investasi di posisi terakhir: dilakukan bila ada sisa. Realitasnya, uang hampir tidak pernah bersisa jika tidak direncanakan sejak awal. 

Akibatnya, banyak orang yang sebenarnya berusaha hemat tetap tidak mampu membangun aset jangka panjang karena dana mereka habis untuk kebutuhan harian dan keinginan sesaat.

Sebaliknya, kelompok dengan strategi finansial yang lebih matang menjadikan investasi sebagai prioritas utama. 

Mereka mengalokasikan dana untuk investasi sebelum mulai membelanjakan sisanya. Pola ini membentuk kebiasaan positif, di mana pengeluaran disesuaikan dengan tujuan, bukan sebaliknya. 

Bahkan jika nilai investasinya kecil, konsistensi menjadi kunci. Mereka memahami bahwa yang terpenting bukan besarnya nominal, tetapi arah aliran uang. 

Dengan memberikan "tugas" pada uang agar berkembang, mereka menciptakan fondasi finansial yang lebih sehat dan stabil.

Mengorbankan Waktu untuk Hemat vs Mengelola Waktu sebagai Aset Penting

Banyak orang merasa berhasil berhemat ketika berhasil mendapatkan diskon kecil, menunggu promo, atau membandingkan harga ke banyak tempat. 

Namun sering kali strategi ini menguras waktu yang sebenarnya memiliki nilai ekonomi besar. 

Satu jam waktu produktif yang terbuang demi potongan harga kecil mungkin tidak terasa, tetapi jika diakumulasikan, kerugiannya signifikan.

Sementara orang dengan manajemen finansial matang memahami bahwa waktu adalah sumber daya yang tidak dapat diperbarui. 

Mereka rela membayar sedikit lebih mahal untuk efisiensi, mengurangi antrean, mempercepat urusan, atau memilih layanan yang mempermudah aktivitas. 

Pilihan ini bukan bentuk pemborosan, melainkan penilaian realistis bahwa produktivitas dan ketenangan mental memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibanding penghematan nominal yang tidak signifikan.

Penutup: Mengalihkan Fokus dari Bertahan Hidup ke Bertumbuh

Pada akhirnya, tindakan hemat yang dilakukan seseorang tidak menjamin hasil yang sama bagi setiap individu. 

Arah pemikiran, motivasi, dan tujuan menjadi penentu utama keberhasilannya. Hemat dapat menjadi alat bertahan hidup, tetapi juga bisa menjadi strategi tumbuh dan memperluas kesempatan.

Mengelola uang bukan sekadar menahan pengeluaran, tetapi membangun hubungan sehat dengan uang, menyusun prioritas, merencanakan masa depan, dan memahami kapan harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan nilai lebih besar. 

Ketika seseorang berhenti melihat uang sebagai sesuatu yang harus dijaga mati-matian, dan mulai melihatnya sebagai alat untuk menciptakan peluang, maka ruang untuk berkembang akan terbuka lebih lebar.

Perubahan finansial tidak selalu dimulai dari pendapatan besar, tetapi dari pola pikir yang matang, strategi yang tepat, dan keberanian untuk melihat jauh ke depan. 

Dalam banyak kasus, perbedaan bukan pada jumlah uang yang dimiliki di awal, melainkan pada keyakinan dan kebiasaan yang dibangun setiap hari.

Featured Image

Membongkar Jebakan Finansial Kelas Menengah: Lima Hal yang Harus Dihentikan Menurut Robert Kiyosaki

Robert Kiyosaki, penulis buku laris "Rich Dad Poor Dad," memberikan pandangan penting tentang mengapa kelas menengah seringkali kesulitan membangun kekayaan. Sebagai seorang pebisnis dan pakar keuangan, Kiyosaki menyoroti langkah-langkah finansial yang umum dilakukan yang justru menghambat kemajuan menuju kebebasan finansial.

Kiyosaki berpendapat bahwa perbedaan mendasar antara orang kaya dan kelas menengah terletak pada bagaimana mereka memperlakukan uang. "Orang miskin dan kelas menengah bekerja untuk uang. Orang kaya membuat uang bekerja untuk mereka," ujarnya. Filosofi ini menjadi landasan untuk memahami mengapa kebiasaan belanja tertentu dapat merugikan upaya membangun kekayaan.

Inti dari pendekatan Kiyosaki adalah definisi yang jelas tentang aset dan kewajiban. Aset adalah segala sesuatu yang menghasilkan uang ke dalam saku Anda, sementara kewajiban adalah segala sesuatu yang mengeluarkan uang dari saku Anda. Dalam konteks ini, banyak hal yang dianggap sebagai investasi atau kebutuhan oleh kelas menengah sebenarnya adalah kewajiban yang menggerogoti keuangan mereka.

Pergeseran perspektif ini menjelaskan mengapa kelas menengah seringkali mengalami kesulitan keuangan meskipun berpenghasilan cukup. Mereka cenderung melakukan pembelian yang menguras uang, alih-alih berinvestasi pada aset yang menghasilkan pendapatan berkelanjutan.

Berikut adalah lima hal yang menurut Robert Kiyosaki harus dihentikan oleh kelas menengah untuk membangun kekayaan:

1. Rumah Impian yang Terlalu Besar: Aset atau Kewajiban?

Salah satu pandangan Kiyosaki yang paling kontroversial adalah mengenai kepemilikan rumah sebagai cara membangun kekayaan. Ia berpendapat bahwa tempat tinggal utama bukanlah aset, melainkan kewajiban. Hal ini bertentangan dengan nasihat keuangan tradisional yang seringkali menganjurkan kepemilikan rumah.

Argumen Kiyosaki menjadi jelas jika kita melihat tempat tinggal utama dari perspektif arus kas. Pembayaran hipotek mengalir ke bank, pajak properti ke pemerintah, dan biaya pemeliharaan serta utilitas menguras uang dari rekening Anda. Meskipun nilai rumah Anda meningkat, keuntungan di atas kertas tersebut tidak menghasilkan arus kas bulanan kecuali Anda menjual atau melakukan refinansiasi.

Kiyosaki tidak melarang kepemilikan rumah sama sekali. Ia hanya menganjurkan pendekatan yang berbeda. Ia merekomendasikan untuk memperoleh properti yang menghasilkan pendapatan terlebih dahulu, seperti properti sewaan, sebelum terburu-buru membeli tempat tinggal utama. Properti sewaan dapat menghasilkan arus kas bulanan dan berpotensi mengalami apresiasi nilai. Setelah Anda memiliki pendapatan pasif yang cukup, barulah Anda dapat mempertimbangkan untuk membeli rumah yang sesuai dengan kemampuan aset Anda. Pendapatan dari properti sewaan dapat diinvestasikan lebih lanjut, misalnya dalam saham yang membayar dividen atau bisnis.

2. Mobil Mahal dan Barang Konsumsi: Menguras Kekayaan

Kelas menengah seringkali menyamakan akumulasi harta dengan membangun kekayaan. Memiliki mobil mahal, kapal pesiar, barang bermerek, atau gawai terbaru mungkin memberikan kepuasan sesaat, tetapi sebenarnya mencerminkan aliran uang yang menjauh dari masa depan finansial Anda.

Pertimbangkan kebiasaan umum kelas menengah dalam membeli mobil. Banyak yang membeli kendaraan baru atau mahal dengan alasan kebutuhan transportasi. Namun, harga mobil terdepresiasi dengan cepat, seringkali kehilangan nilai yang signifikan begitu keluar dari dealer. Selain itu, ada cicilan bulanan, asuransi, perawatan, dan biaya bahan bakar yang menciptakan kewajiban keuangan berkelanjutan tanpa menghasilkan keuntungan apa pun.

Orang kaya seringkali mengendarai kendaraan sederhana yang andal sambil mengalokasikan uang untuk investasi yang menghasilkan pendapatan. Mereka memahami bahwa fungsi utama mobil adalah transportasi, bukan simbol status. Perbedaan antara mobil bekas yang andal dan kendaraan mewah adalah bahwa mobil bekas dapat menyisakan uang yang bisa mendanai investasi yang signifikan dalam bentuk saham, obligasi, atau peluang bisnis.

Prinsip ini berlaku untuk semua pembelian konsumtif. Alih-alih membeli ponsel pintar terbaru, furnitur mahal, atau barang mewah, Kiyosaki menyarankan untuk mengalokasikan uang tersebut ke aset yang menghasilkan arus kas.

3. Pendidikan Tinggi yang Terlalu Mahal: Investasi atau Beban?

Meskipun Kiyosaki tidak meremehkan nilai pendidikan, ia mempertanyakan apakah gelar sarjana atau master yang mahal selalu memberikan imbal hasil investasi yang memadai bagi sebagian besar mahasiswa. Baginya, aset terpenting yang dapat dimiliki seseorang adalah pikirannya. "Jika dilatih dengan baik, pikiran kita dapat menciptakan kekayaan yang luar biasa," ungkapnya.

Sistem pendidikan tradisional sangat berfokus pada mata pelajaran akademik tetapi kurang memberikan pelatihan literasi keuangan, yang sebenarnya sangat penting dalam kehidupan. Banyak mahasiswa lulus dengan gelar tetapi kurang memiliki pengetahuan dasar tentang mengelola keuangan, investasi, arus kas, pajak, dan pengembangan kekayaan. Sementara itu, mereka mungkin memiliki utang pinjaman mahasiswa yang besar, yang menciptakan tekanan keuangan langsung setelah lulus.

Kiyosaki menganjurkan pendidikan keuangan mandiri sebagai jalan menuju kekayaan yang lebih hemat biaya. Membaca buku, mengikuti seminar, mencari mentor, dan mendapatkan pengalaman praktis seringkali hanya menghabiskan sebagian kecil dari biaya pendidikan formal, tetapi memberikan pengetahuan yang langsung dapat diterapkan. Ia menyarankan untuk mempelajari investasi real estat, fundamental pasar saham, operasi bisnis, dan strategi perpajakan.

Ini bukan berarti meninggalkan pendidikan akademis formal, melainkan menjadi strategis dalam investasi pendidikan. Gelar tertentu mungkin bermanfaat jika secara langsung meningkatkan potensi penghasilan atau memberikan kredensial yang diperlukan. Namun, mengejar pendidikan yang mahal hanya karena dianggap penting seringkali berujung pada utang tanpa manfaat yang proporsional.

4. Simbol Status: Menjaga Penampilan atau Membangun Kekayaan?

Tekanan untuk menjaga penampilan mendorong banyak keluarga kelas menengah ke dalam masalah keuangan melalui apa yang disebut "meningkatkan standar hidup." Hal ini seringkali melibatkan pembelian barang-barang yang menjadi simbol status untuk memproyeksikan citra kesuksesan, alih-alih membangun kekayaan.

Pembelian status biasanya mencakup mobil mewah, pakaian desainer, rumah mewah di lingkungan bergengsi, dan liburan mahal. Meskipun barang-barang ini dapat meningkatkan citra sosial seseorang, seringkali mengorbankan kesuksesan finansial jangka panjang.

Orang yang benar-benar kaya seringkali hidup di bawah kemampuan mereka dan berfokus pada membangun aset daripada memproyeksikan kekayaan. Mereka memahami bahwa keamanan finansial sejati berasal dari arus kas dan kekayaan bersih, bukan penampilan luar. Seseorang yang mengendarai mobil bekas tetapi lunas dan memiliki portofolio investasi yang terdiversifikasi, tentu memiliki kekayaan lebih besar daripada seseorang yang mengendarai kendaraan mewah yang dibiayai melalui cicilan bulanan.

Kiyosaki berpendapat bahwa "kemewahan sejati adalah imbalan atas investasi dan pengembangan aset riil." Pergeseran pola pikir ini memprioritaskan substansi daripada penampilan, berfokus pada membangun kekayaan terlebih dahulu daripada terlihat kaya.

5. Barang Mewah Sebelum Aset: Prioritas yang Salah

Pengamatan Kiyosaki yang paling mendasar tentang pengelolaan keuangan kelas menengah adalah kecenderungan untuk membeli barang mewah sebelum membangun aset. Ia menyatakan bahwa "orang kaya membeli barang mewah terakhir, sementara orang miskin dan kelas menengah cenderung membeli barang mewah terlebih dahulu."

Pola perilaku ini menjelaskan mengapa banyak orang kesulitan keuangan meskipun berpenghasilan layak. Pola pikir ini mengutamakan kemewahan dan menganggap pembelian mahal sebagai imbalan langsung atas kerja keras. Orang-orang merasa pembelian barang mahal pantas dilakukan karena merasa telah banyak bekerja keras.

Sebaliknya, orang kaya akan terlebih dahulu membangun fondasi aset yang menghasilkan pendapatan, kemudian menggunakan arus kas mereka untuk mendanai pembelian barang mewah. Pendekatan ini memungkinkan mereka menikmati barang-barang bagus tanpa mengorbankan keamanan finansial mereka.

Melepaskan diri dari mentalitas yang mengutamakan kemewahan membutuhkan pengembangan kepuasan yang tertunda dan pemikiran jangka panjang. Alih-alih membeli liburan mahal atau mobil baru, orang kaya bertanya pada diri sendiri bagaimana membangun aset yang menghasilkan pendapatan pasif yang cukup untuk membeli barang mewah tanpa menyentuh modal mereka.

, Jakarta - Platform investasi saham Ajaib SekuritasPT Ajaib Sekuritas Asia menjadi sorotan masyarakat setelah seorang pelanggan mendapatkan tagihan senilai Rp1,8 miliar.

Merupakan tanggapan terhadap hal tersebut, Abraham Imamat, Manajer Hukum Senior Ajaib Sekuritas, menyampaikan bahwa seluruh aktivitas operasional perusahaan dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Kami telah melakukan pemeriksaan menyeluruh dan memverifikasi bahwa transaksi dilakukan oleh pemilik akun sendiri melalui perangkat yang terdaftar serta telah melewati proses konfirmasi sesuai standar sistem kami," kata Abraham dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025, sebagaimana dilaporkan dariAntara.

Abraham menyatakan bahwa seluruh kegiatan operasional Ajaib Sekuritas berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh OJK dan BEI. Ia juga menambahkan bahwa pihak perusahaan terus melakukan komunikasi dengan regulator untuk memberikan penjelasan yang transparan mengenai kondisi tersebut.

Abraham menyampaikan bahwa karena tidak ditemukan adanya gangguan pada sistem dari pihak Ajaib, maka kemungkinan kesalahan terjadi dari sisi pengguna, bisa disebabkan oleh kelalaian, ketidaksengajaan, atau bahkan penyalahgunaan oleh pihak lain.

"Artinya, penyelidikan tidak boleh hanya mengarah pada sistem Ajaib, tetapi juga harus menginvestigasi aktivitas pengguna dengan lebih mendalam," kata Abraham.

Apa itu Sekuritas?

Dinukil dari cimbniaga.co.id,perusahaan sekuritas adalah lembaga yang telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan aktivitas perdagangan saham. Berbeda dengan investasi langsung, produk sekuritas biasanya dibeli oleh pihak perantara dan selanjutnya dijual kembali kepada calon investor.

OJK membagi aktivitas usaha perusahaan sekuritas di Indonesia menjadi dua kategori utama, yaitu:

1. Perantara Perdagangan Sekuritas (Broker-Dealer)

Perusahaan sekuritas berfungsi sebagai perantara dalam perdagangan efek. Mereka mampu melakukan transaksi baik atas nama sendiri maupun mewakili pihak lain. Dalam kegiatannya, perusahaan ini memiliki kewenangan untuk menjual atau membeli efek secara langsung, atau bertindak sebagai perantara di bawah pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI). Transaksi jual beli efek seperti saham dan obligasi dapat terjadi di BEI atau melalui pasar yang berada di luar bursa (Over the Counter/OTC).

2. Penjamin Emisi Sekuritas (Underwriter)

Perusahaan sekuritas juga bisa bertindak sebagai pemberi modal yang membantu perusahaan yang akango public(perseroan terbuka) dalam proses Penawaran Umum Awal (Initial Public Offering/IPO). Tugas mereka meliputi jaminan terhadap sisa saham yang tidak terjual, baik dengan kewajiban untuk membeli sisa tersebut maupun tidak. Kegiatan ini dikenal secara umum dengan istilahgo public.

Macam-macam Sekuritas

Secara umum, sekuritasterdiri dari berbagai macam. Namun, di Indonesia, jenis instrumen keuangan yang umum ditemukan adalah surat utang dan saham.

1. Obligasi

Surat utang, atau obligasi, merupakan jenis surat berharga yang dapat berbentuk sertifikat atau dokumen lainnya. Surat ini dapat diperjualbelikan guna memperoleh pinjaman dari para investor dengan bunga yang telah ditentukan.

Investor yang membeli surat utang berhak menerima imbalan dari pihak penerbit surat utang. Jenis surat utang ini meliputi Surat Utang Negara (SUN), sekuritas berbasis syariah seperti Sukuk (SKU),Saving Bond Ritel (SBR), dan lainnya.

2. Ekuitas

Ekuitas merupakan salah satu jenis surat berharga yang juga dapat diperdagangkan di pasar modal. Ekuitas mengacu pada kepemilikan saham dalam sebuah perusahaan, baik berupa saham biasa maupun saham prioritas.

Meskipun memiliki risiko yang tinggi, saham berpeluang menghasilkan keuntungan yang besar bagi para pemodal.

Contoh dari jenis sekuritas ini meliputi saham perusahaan yang baru melakukan penawaran umum perdana (IPO) atau perusahaan kecil yang sedang tumbuh. Ekuitas juga bisa menjadi petunjuk mengenai kondisi keuangan sebuah perusahaan, apakah dalam keadaan baik atau tidak.

Tips Memilih Perusahaan Sekuritas yang Aman

Memilih perusahaan sekuritas yang dapat dipercaya bukanlah hal yang mudah. Berikut beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk memilih sekuritas dengan aman:

1. Pastikan Anda terdaftar di OJK

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memverifikasi bahwa perusahaan sekuritas tersebut telah memiliki izin sah dari OJK. Sebaiknya, perusahaan tersebut juga tercatat sebagai anggota bursa di BEI.

Legalitas sangat penting untuk memastikan keamanan dana yang diinvestasikan serta menghindarkan Anda dari ancaman penipuan yang menyamar sebagai investasi. Anda dapat memeriksa daftar perusahaan sekuritas yang memiliki izin melalui situs resmi OJK.

Sebagai informasi, anggota bursa merupakan perantara resmi yang telah mendapatkan izin usaha dari OJK dan memiliki kewenangan untuk melakukan transaksi di Bursa Efek sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Perhatikan Kemudahan Transaksi

Cek fasilitas dan fitur yang disediakan oleh perusahaan sekuritas. Pilihlah perusahaan yang menawarkan layanan transaksi secaraonlineagar Anda dapat lebih fleksibel dalam membeli atau menjual surat berharga kapan saja dan dari mana saja.

Sistem transaksi online menawarkan kenyamanan dan efisiensi bagi para investor. Meskipun demikian, penting juga untuk memahami cara kerja transaksi di perusahaan tersebut agar Anda merasa lebih aman dan mampu mengevaluasi kualitas layanannya secara objektif.

3. Periksa Kualitas Manajer Investasi

Sebelum memutuskan, carilah informasi mengenai riwayat dan kualitas Manajer Investasi dari perusahaan sekuritas yang bersangkutan. Berdasarkan OJK, Manajer Investasi merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola portofolio efek atas nama investor.

Mereka bertanggung jawab dalam mengelola dana investasi bersama secara bijaksana. Namun, sebagian besar perusahaansekuritasbiasanya menjalankan kegiatannya sendiri sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

Diberdayakan oleh Blogger.