Halloween party ideas 2015
Tampilkan postingan dengan label rekayasa. Tampilkan semua postingan

Terinspirasi dari Cangkang Kerang,Ilmuwan Temukan Cara Membuat Semen 17 Kali Lebih Kuat
Ringkasan Berita:
  • Ilmuwan Princeton meniru struktur cangkang tiram (nacre) untuk menciptakan semen baru.
  • Semen ini 17 kali lebih kuat dan 19 kali lebih lentur dari semen biasa.
  • Inovasi ini berpotensi mengurangi emisi karbon dan mendukung konstruksi berkelanjutan.

Semen selama ini dikenal sebagai fondasi utama pembangunan modern, menopang gedung pencakar langit, jembatan megah, hingga jalan raya yang kita lalui setiap hari. 

Namun di balik kekuatannya, ada kelemahan klasik yang belum sepenuhnya terpecahkan: sifatnya rapuh dan mudah retak.

Kini, tim ilmuwan dari Princeton University menemukan solusi mengejutkan dengan meniru struktur alami dari cangkang tiram dan abalon, menghasilkan semen yang 17 kali lebih kuat dan 19 kali lebih lentur dibandingkan versi konvensional.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Advanced Functional Materials ini bukan hanya langkah maju bagi dunia teknik sipil, tetapi juga menawarkan harapan baru untuk konstruksi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Inspirasi datang dari nacre, atau yang lebih dikenal sebagai mother of pearl, lapisan berkilau di bagian dalam cangkang tiram.

Di balik keindahannya, nacre menyimpan rahasia kekuatan yang luar biasa.

Struktur mikroskopisnya tersusun dari tablet aragonit berbentuk heksagonal, sejenis kalsium karbonat keras, yang direkatkan oleh biopolimer lembut.

Kombinasi keras dan lentur inilah yang membuat nacre tahan benturan tanpa mudah retak.

“Sinergi antara komponen keras dan lunak adalah kunci kekuatan nacre,” ujar Shashank Gupta, mahasiswa doktoral Princeton sekaligus penulis utama studi tersebut.

“Kami mencoba menerapkan prinsip itu pada semen, agar mampu menahan retakan sekaligus mempertahankan kekuatannya.”

Rekayasa Ala Alam

Tim yang dipimpin oleh Reza Moini, asisten profesor teknik sipil dan lingkungan di Princeton, meniru cara alam merancang struktur kuat namun lentur.

Mereka menciptakan balok komposit multilapis, terdiri dari lembaran semen tipis yang diselingi lapisan polimer elastis.

Tiga model diuji:

Balok polos multilapis, tanpa pola tambahan.

Balok beralur heksagonal, menyerupai sarang lebah.

Balok bertablet heksagonal penuh, di mana lapisan semen dipotong menjadi “tablet” kecil yang dihubungkan oleh polimer, mirip struktur nacre alami.

Hasilnya luar biasa.

Dalam uji lentur tiga titik, semen konvensional langsung patah tanpa elastisitas.

Sementara balok multilapis menunjukkan peningkatan daya tahan retak secara signifikan.

Model bertablet heksagonal menjadi yang paling unggul, mencatat ketangguhan 17 kali lipat dan kelenturan 19 kali lebih baik dari semen biasa, tanpa mengorbankan kekuatan strukturalnya.

Rekayasa “Cacat” yang Justru Menguatkan

Menariknya, kekuatan baru ini muncul dari pendekatan yang tak lazim.

“Kami sengaja meniru mekanisme geser antar tablet yang ada pada nacre,” jelas Moini.

“Dengan menciptakan zona lemah terkendali, material justru menjadi lebih tangguh.

Kami tidak sekadar menyalin bentuk, tapi memahami prinsip dasarnya.”

Jika diterapkan dalam skala industri, teknologi ini bisa mengurangi kebutuhan perbaikan dan pembangunan ulang yang kerap memakan banyak energi dan emisi karbon.

Mengingat industri semen saat ini menyumbang sekitar 8 persen emisi gas rumah kaca global, inovasi ini berpotensi menjadi game changer dalam misi menuju pembangunan berkelanjutan.

“Kami baru menyentuh permukaannya,” ujar Moini.

“Masih banyak desain mikro dan kombinasi bahan yang bisa dieksplorasi untuk berbagai aplikasi konstruksi.”

 Penemuan ini menjadi bukti bahwa alam masih menjadi insinyur terbaik.

Dari tiram di dasar laut, manusia belajar menciptakan material yang lebih kuat, lentur, dan lebih ramah lingkungan.

Jika di masa depan gedung-gedung tinggi berdiri kokoh berkat inspirasi dari “ibu mutiara”, maka dunia benar-benar sedang menuju era baru, di mana sains dan alam bersatu untuk membangun masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan secara harfiah dan ekologis.

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com

Update berita lainnya di dan Google News

Investigasi terhadap kecelakaan Air India Penerbangan 171 yang merenggut nyawa 260 orang di Ahmedabad, India, pada bulan Juni lalu, kini memasuki tahap penyelidikan yang baru.

Rekaman suara di ruang kemudi yang baru ditemukan malah membuat teka-teki seputar kejadian ini semakin rumit.

Tak lama setelah pesawat Boeing 787 Dreamliner yang berumur 12 tahun itu mengudara, kedua tuas kontrol bahan bakarnya mendadak berubah ke posisi "cut-off", menghentikan aliran bahan bakar ke mesin.

Tindakan ini idealnya baru diterapkan sesudah pesawat menyentuh landasan. Alhasil, kedua mesin sama sekali tidak berfungsi.

Hal yang mencengangkan adalah, rekaman suara di kokpit menangkap seorang pilot yang bertanya, "Mengapa kamu mematikan mesin?", yang kemudian dibantah dengan jawaban: "Saya tidak melakukannya."

Sangat disayangkan, rekaman tersebut tidak memberikan informasi mengenai identitas pembicara. Pada waktu itu,co-pilot Pilot tersebut diketahui tengah mengendalikan pesawat sementara kapten bertugas melakukan pengawasan.

Saklar didesain agar tidak mudah terpicu secara tak sengaja.

Para peneliti menekankan bahwa tuas pengontrol bahan bakar dilengkapi sistem pengaman guna menghindari aktivasi yang tak disengaja.

Tuas perlu dinaikkan sebelum digerakkan. Lebih lagi, terdapat pengaman ekstra untuk mencegah sentuhan yang tidak disengaja.

Mengoperasikan kedua sakelar secara bersamaan menggunakan satu tangan nyaris tidak mungkin. Hal ini memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan yang tidak disengaja.

Shawn Pruchnicki, seorang mantan investigator kecelakaan pesawat, mengungkapkan bahwa insiden ini tergolong langka.

"Jika benar tindakan ini dilakukan oleh seorang pilot, entah disengaja atau tidak, apa alasannya? Tidak terlihat adanya kerusakan sistem atau kebingungan di ruang kemudi," ujarnya.

Peter Goelz, yang sebelumnya menjabat sebagai direktur pelaksana NTSB di Amerika Serikat, berpendapat bahwa penemuan tersebut sangat meresahkan.

"Rekaman ini cuma menampilkan satu kalimat saja. Kita perlu data yang lebih lengkap. Siapa yang memencet tombol itu, dan apa alasannya?" tanyanya.

Goelz menambahkan bahwa investigasi perlu mengidentifikasi suara dalam rekaman dan menyusun transkrip lengkap, termasuk urutan peristiwa sejak pesawat mulai bergerak dari terminal hingga jatuh.

Ia juga menyerukan penggunaan kamera video kokpit untuk memberi bukti visual siapa yang mengoperasikan saklar.

Hingga kini, pihak investigasi belum mengidentifikasi suara masing-masing pilot, meskipun biasanya orang yang mengenal mereka akan dilibatkan dalam proses tersebut.

Adakah kegagalan mekanis?

Menambah kompleksitas kasus ini, FAA pernah mengeluarkan buletin pada 2018 tentang kemungkinan saklar bahan bakar Boeing 737 yang dipasang dengan fitur pengunci dinonaktifkan.

Meskipun tidak diberi status bahaya serius, masalah ini juga relevan karena jenis saklar serupa digunakan di Boeing 787, termasuk pesawat yang jatuh.

Namun, belum ada bukti bahwa saklar pada pesawat Air India 171 mengalami kegagalan mekanis.

Sampel bahan bakar juga dinyatakan “memuaskan”, sehingga dugaan kontaminasi bahan bakar mulai dikesampingkan.

Salah satu indikasi kuat terjadinya kehilangan tenaga penuh adalah munculnya Ram Air Turbine (RAT), baling-baling darurat yang secara otomatis keluar saat kedua mesin kehilangan daya. Sistem ini memberikan daya listrik terbatas untuk menjaga sistem vital tetap bekerja.

Selain itu, roda pendaratan ditemukan masih dalam posisi terbuka. Seorang pilot 787 menjelaskan bahwa dengan kondisi darurat seperti itu, perhatian pilot akan tertuju sepenuhnya pada mengendalikan pesawat, bukan menaikkan roda.

Diduga oleh para penyelidik bahwa pilot berupaya menghidupkan ulang mesin pesawat, diawali dengan mesin sebelah kiri, kemudian mesin sebelah kanan.

Akan tetapi, durasi yang ada sangat terbatas. Mesin sebelah kiri berhenti berfungsi lebih dulu, dan mesin sebelah kanan belum kembali normal ketika pesawat menabrak daratan.

Diberdayakan oleh Blogger.