Halloween party ideas 2015
Tampilkan postingan dengan label lingkungan. Tampilkan semua postingan

Dampak Bencana Ekologis: Tambang dan Energi Terbarukan di Sumatera Disebut Jadi Pemicu Utama

Bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera, seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, belakangan ini telah memicu keprihatinan mendalam. Analisis mendalam dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengungkap bahwa musibah ini tidak hanya disebabkan oleh perubahan bentang alam akibat aktivitas pertambangan mineral dan batu bara, tetapi juga diperparah oleh ekspansi proyek-proyek energi terbarukan. Temuan ini menyoroti kompleksitas penyebab bencana dan perlunya tinjauan ulang terhadap kebijakan pengelolaan sumber daya alam.

Ekspansi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sumatera: Ancaman Ekologis yang Nyata

JATAM mencatat adanya proliferasi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Pulau Sumatera. Data mereka menunjukkan setidaknya terdapat 28 proyek PLTA yang telah beroperasi atau sedang dalam tahap pengembangan di seluruh pulau. Distribusi proyek ini sangat terkonsentrasi di Sumatera Utara, dengan 16 titik lokasi. Menyusul di belakangnya adalah Bengkulu dengan lima PLTA, Sumatera Barat dengan tiga PLTA, serta Lampung dan Riau yang masing-masing memiliki dua PLTA.

Laporan tersebut secara tegas menyatakan, "Sebaran operasi PLTA ini menandakan bahwa hampir semua provinsi di Sumatera sedang didesak menjadi basis energi air yang sarat risiko ekologis." Implikasi dari pernyataan ini sangat luas, menunjukkan adanya pola pembangunan energi yang berpotensi mengorbankan kelestarian lingkungan.

Salah satu contoh yang disorot adalah PLTA Batang Toru dan PLTA Sipansihaporas di Sumatera Utara. Kedua proyek ini memanfaatkan aliran dari salah satu daerah aliran sungai (DAS) utama di ekosistem Batang Toru. Kawasan yang memiliki nilai ekologis vital ini kini dipenuhi oleh berbagai infrastruktur, termasuk bendungan, terowongan air, dan jaringan pendukung lainnya, yang semuanya merupakan konsekuensi dari pembangunan PLTA.

Analisis citra satelit Google Imagery yang dilakukan JATAM per 28 November 2025 semakin memperjelas dampak fisik dari proyek PLTA Batang Toru. Proyek ini dilaporkan telah membuka lahan seluas minimal 56,86 hektare kawasan hutan di sepanjang aliran sungai. Lahan tersebut digunakan untuk pembangunan fasilitas utama, kolam, jalan akses, dan area pendukung lainnya. Perubahan ini terlihat jelas sebagai area terbuka yang meluas di dalam ekosistem yang sebelumnya utuh.

Modifikasi Aliran Sungai dan Peningkatan Risiko Bencana

Kehadiran PLTA dalam skala besar memiliki konsekuensi ekologis yang signifikan. Laporan JATAM menguraikan, "Kehadiran PLTA dalam skala masif memodifikasi aliran sungai, mengubah pola sedimen, dan memperbesar risiko banjir maupun longsor di hilir ketika kombinasi curah hujan ekstrem dan pengelolaan bendungan yang buruk terjadi bersamaan." Fenomena ini menciptakan kerentanan baru, di mana bencana alam yang dipicu oleh faktor cuaca dapat diperparah oleh infrastruktur buatan manusia.

Energi Panas Bumi: Ancaman Baru di Kawasan Pegunungan

Selain PLTA, ekspansi energi panas bumi juga menjadi perhatian serius. Proyek-proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) telah mengunci ruang hidup di banyak kawasan pegunungan di Sumatera. Saat ini, tercatat delapan PLTP yang telah beroperasi di pulau ini. Sebarannya meliputi Sumatera Utara (empat PLTP), Sumatera Barat (satu PLTP), Sumatera Selatan (dua PLTP), dan Lampung (satu PLTP).

Angka ini belum mencakup wilayah yang masih berstatus Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (WPSPE) maupun Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang masih dalam tahap eksplorasi. Artinya, masih ada potensi peningkatan risiko di masa depan ketika wilayah-wilayah ini beralih ke tahap operasi penuh. Proses operasi penuh ini akan melibatkan pembukaan hutan untuk pembangunan sumur produksi, jaringan pipa, dan akses jalan.

Kondisi geografis di mana sebagian besar proyek panas bumi berada, yakni di lereng-lereng gunung yang curam, menambah kompleksitas risiko. Kombinasi antara pembukaan hutan, aktivitas pengeboran, dan perubahan struktur tanah berpotensi meningkatkan kerentanan terhadap longsor dan banjir bandang.

Tiga Lapis Beban Industri di Sumatera

JATAM merangkum kondisi Sumatera saat ini dengan gambaran yang mengkhawatirkan: "Jika seluruh angka ini disatukan, terlihat jelas bahwa wajah Sumatera saat ini adalah pulau yang tubuh ekologisnya dibebani tiga lapis industri sekaligus, yakni tambang minerba yang merusak tutupan hutan dan tanah, PLTA yang memotong dan mengatur ulang aliran sungai, serta PLTP berikut WPSPE/WKP yang menggali kawasan pegunungan dan hulu DAS." Gambaran ini menunjukkan adanya akumulasi dampak negatif dari berbagai sektor industri yang saling terkait dan memperparah kerentanan lingkungan.

Kasus PLTA Batang Toru: Pendanaan dan Gugatan

Pembangunan PLTA Batang Toru dengan kapasitas 510 megawatt (MW) yang didanai oleh Tiongkok turut berkontribusi pada alih fungsi kawasan di DAS Batang Toru. Proyek ini ditargetkan untuk mulai beroperasi pada tahun 2026.

Namun, upaya untuk mendapatkan konfirmasi mengenai proyek ini menemui kesulitan. Reuters melaporkan bahwa North Sumatra Hydro Energy, pengelola PLTA tersebut, tidak memberikan tanggapan. Induk perusahaannya, SDIC Power Holdings dari Tiongkok, juga tidak memberikan jawaban langsung atas pertanyaan yang diajukan.

Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) pernah mengajukan gugatan pada tahun 2018 untuk mencabut izin pemerintah terkait proyek PLTA tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara. Sayangnya, gugatan tersebut ditolak pada tahun 2019.

Menanggapi situasi ini, Walhi menegaskan, "Bencana ini bukan semata-mata akibat faktor alam, tetapi juga faktor ekologis, yakni salah kelola sumber daya alam oleh pemerintah." Pernyataan ini menekankan pentingnya peran pemerintah dalam memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan bertanggung jawab demi mencegah bencana di masa depan.

Mahasiswa UNSIL Gelar Program "Tunas Berdikari": Mengubah Sampah Dapur Menjadi Solusi Lingkungan Inovatif

Tasikmalaya - Sebuah inisiatif brilian muncul dari para mahasiswa Universitas Siliwangi (UNSIL) Program Studi Pendidikan Masyarakat. Melalui program bernama "Aksi Sampah Bersih Dikelola Aktif dan Inovatif" atau yang disingkat "Tunas Berdikari", mereka berhasil menggelar kegiatan edukatif yang berfokus pada pengelolaan sampah rumah tangga secara kreatif dan berkelanjutan. Acara perdana ini diselenggarakan pada hari Sabtu, 11 Oktober 2025, di lingkungan RT 02 RW 03 Kp. Leuwimalang, Kelurahan Bantarsari, Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya.

Program "Tunas Berdikari" memiliki misi ganda yang sangat penting: meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang benar dan memberdayakan warga melalui pelatihan pembuatan enzim ramah lingkungan, yang dikenal sebagai eco enzyme, dari limbah dapur. Antusiasme tinggi terlihat dari kehadiran 45 peserta yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat setempat, termasuk ibu rumah tangga, para remaja, dan tokoh masyarakat yang memberikan dukungan penuh terhadap gerakan positif ini.

Kegiatan dilaksanakan secara langsung dengan metode tatap muka, diawali dengan sesi sosialisasi yang komprehensif. Para peserta diajak untuk memahami betapa krusialnya memilah sampah sejak dari sumbernya, bagaimana dampak buruk sampah yang tidak terkelola dengan baik terhadap lingkungan, serta strategi praktis untuk mengurangi volume sampah yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga sehari-hari.

Pelaksanaan program berjalan dengan sangat semarak dan penuh semangat. Peserta tidak hanya mendapatkan pemahaman teoritis mengenai konsep eco enzyme, tetapi juga mendalami manfaatnya yang luas bagi lingkungan dan kesehatan. Sesi pelatihan langsung yang diberikan memungkinkan mereka untuk mempraktikkan teknik fermentasi, sehingga menghasilkan pembelajaran yang mendalam dan signifikan. Program ini lebih dari sekadar acara edukasi; ia menjadi sarana ampuh untuk menumbuhkan kesadaran, memicu kreativitas, dan membangun keberanian masyarakat agar mampu mengelola sampah mereka secara mandiri di lingkungan rumah masing-masing.

Mengenal Lebih Dekat Eco Enzyme: Dari Limbah Dapur Menjadi Solusi Berharga

Setelah sesi edukasi awal, para peserta diperkenalkan lebih dalam pada konsep eco enzyme. Mereka diajak untuk memahami apa itu eco enzyme, berbagai manfaat luar biasa yang ditawarkannya bagi kelestarian lingkungan, serta potensi penerapannya dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Ibu Deviani Badruddin, seorang pemateri yang juga merupakan pemilik rumah eco enzyme dan kompos Tasikmalaya, membagikan ilmu berharga mengenai tahapan-tahapan penting dalam pembuatan eco enzyme. Penjelasannya mencakup cara memilih limbah organik yang tepat, komposisi ideal dari bahan-bahan yang digunakan, proses fermentasi yang krusial, hingga cara penyimpanan yang benar agar kualitas produk terjaga. Untuk memastikan pemahaman yang mendalam, warga diberikan kesempatan emas untuk langsung mempraktikkan pembuatan eco enzyme dengan menggunakan bahan-bahan yang telah disiapkan.

Dalam sesi praktik utama, para peserta secara aktif mempraktikkan pembuatan eco enzyme. Mereka menggunakan berbagai jenis kulit buah-buahan segar seperti pisang, pepaya, jeruk, alpukat, mangga, semangka, dan bahkan kulit buah naga. Bahan-bahan organik ini kemudian difermentasi menggunakan gula aren atau molase serta air.

Para fasilitator dengan sabar memandu setiap langkah proses pembuatan, menekankan pentingnya perbandingan bahan baku yang tepat, yaitu 1:3:10 (limbah organik : gula : air), untuk mencapai proses fermentasi yang optimal selama periode 100 hari. Terlihat jelas bagaimana para peserta begitu antusias, aktif berdiskusi satu sama lain, dan mencoba langsung setiap tahapan pencampuran bahan.

Manfaat Nyata: Relaksasi dan Peningkatan Pemahaman

Selain fokus pada pelatihan teknis pembuatan eco enzyme, kegiatan ini juga dirancang untuk memberikan pengalaman langsung tentang manfaatnya. Salah satu sesi yang paling dinanti adalah detoks rendam kaki menggunakan larutan eco enzyme. Para peserta dapat merasakan secara langsung efek relaksasi yang ditimbulkan oleh ramuan fermentasi ini.

Banyak peserta yang memberikan testimoni positif setelah sesi ini. Mereka melaporkan bahwa tubuh terasa lebih hangat, lebih rileks, dan segar. Bahkan, aroma khas dari eco enzyme dinilai sangat menenangkan. Sesi ini menjadi bukti nyata bagaimana eco enzyme dapat memberikan manfaat terapeutik dan medis yang signifikan.

Tahap terakhir dari program ini adalah pelaksanaan post-test yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana pemahaman peserta mengalami peningkatan setelah mengikuti seluruh rangkaian kegiatan. Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan yang sangat memuaskan dan signifikan.

Hampir seluruh peserta menyatakan bahwa kemampuan mereka dalam mengelola sampah organik telah meningkat drastis, beralih dari kategori "Baik" menjadi "Sangat Baik". Selain itu, keyakinan mereka terhadap efektivitas eco enzyme sebagai solusi ampuh untuk mengurangi limbah organik rumah tangga juga semakin menguat. Mereka juga merasa bahwa proses pembuatan eco enzyme yang diajarkan sangat mudah diikuti.

Apresiasi dan Harapan untuk Keberlanjutan

Para tokoh masyarakat yang hadir dalam acara tersebut menyampaikan apresiasi yang tinggi atas terselenggaranya program "Tunas Berdikari". Mereka menilai bahwa pelatihan eco enzyme ini memberikan dampak yang sangat positif dan langsung bagi lingkungan sekitar. "Program ini tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga praktik yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengatasi masalah sampah yang kian kompleks. Peserta menunjukkan perubahan sikap dan pemahaman yang luar biasa," ujar salah seorang tokoh masyarakat.

Pengurus lingkungan dan warga setempat juga turut menyampaikan harapan agar kegiatan serupa dapat terus dilanjutkan. Mereka percaya bahwa program ini sangat membantu dalam memperkuat budaya peduli lingkungan dan meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengolah sampah. Program ini dianggap sukses besar dalam membuka wawasan baru, menunjukkan bahwa sampah organik yang selama ini dianggap sebagai masalah, ternyata memiliki nilai guna yang sangat tinggi apabila dikelola dengan cara yang benar.

Acara ditutup dengan sesi foto bersama yang menjadi dokumentasi resmi dari seluruh rangkaian kegiatan. Warga berharap agar program-program inovatif semacam ini dapat terus diadakan di masa mendatang. Hal ini penting untuk terus meningkatkan keberlanjutan dalam pengelolaan sampah dan menjaga kelestarian lingkungan agar tetap bersih, sehat, dan lestari untuk generasi mendatang.

PHE Satu Pangan: Dari Tantangan Lokal Menuju Pengakuan Nasional dalam Ketahanan Pangan

Beberapa tahun lalu, para petani kecil di sekitar wilayah operasi PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menghadapi kenyataan pahit. Lahan pertanian mereka menunjukkan penurunan kualitas yang mengkhawatirkan, biaya produksi terus merangkak naik, dan ketergantungan pada pasokan dari luar semakin mengikis ketahanan pangan lokal. Situasi yang penuh tantangan inilah yang kemudian melahirkan sebuah gagasan, sebuah inisiatif yang perlahan tumbuh dan kini menjelma menjadi sumber harapan yang nyata. Harapan ini baru saja mendapatkan pengakuan di kancah nasional.

Pada acara Indonesia’s SDGs Action Awards 2025, yang merupakan bagian dari agenda Sustainable Development Annual Conference (SAC) 2025 yang diselenggarakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), PHE berhasil meraih predikat Terbaik II dalam kategori Badan Usaha Besar. Penghargaan ini menjadi bukti nyata dampak positif dari program inovatif PHE, yaitu "PHE Satu Pangan - Sinergi Aksi Tangguh untuk Pangan". Program ini telah berhasil membawa perubahan signifikan bagi kesejahteraan masyarakat di wilayah operasinya. Penyerahan penghargaan prestisius ini dilakukan langsung oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, kepada Direktur Eksplorasi PHE, Muharram Jaya Panguriseng.

Dalam pernyataannya, Direktur Eksplorasi PHE, Muharram Jaya Panguriseng, menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah. Ia juga menekankan bahwa pencapaian ini adalah hasil kolaborasi erat antara seluruh insan PHE dan masyarakat yang terlibat. "Program PHE Satu Pangan tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi pangan semata, tetapi juga membangun sebuah sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan. Kami melakukannya melalui inovasi teknologi, program edukasi yang komprehensif, pengembangan model bisnis yang inovatif, serta pelibatan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar area operasi perusahaan. Ini membuktikan bahwa ketahanan energi dan ketahanan pangan dapat berjalan seiring dan saling mendukung," ujar Muharram.

Transformasi Ketahanan Pangan Melalui Inovasi dan Pemberdayaan

Program PHE Satu Pangan lahir dari komitmen mendalam untuk memberdayakan masyarakat melalui penguatan ketahanan pangan. Dampak positifnya kini telah dirasakan secara langsung oleh ribuan keluarga. Program ini telah berhasil mendorong peningkatan produksi berbagai komoditas pangan secara signifikan. Tercatat, produksi beras meningkat lebih dari 1.200 ton per tahun, jagung sebanyak 22 ton per tahun, dan cabai mencapai 9,8 ton per tahun. Selain itu, produksi telur unggas juga melonjak lebih dari 1.800 ton per tahun. Tidak berhenti di situ, program ini juga mencakup komoditas lain seperti ikan, daging unggas, dan daging ruminansia seperti kambing dan sapi. Salah satu pencapaian penting dari inisiatif ini adalah berkurangnya ketergantungan desa-desa terhadap pasokan pangan dari luar wilayah mereka.

Lebih dari sekadar peningkatan produktivitas, program ini juga membawa efisiensi yang luar biasa melalui penerapan berbagai teknologi inovatif. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Irigasi Tetes (Water Drip Irrigation): Sistem ini mengantarkan air langsung ke akar tanaman, meminimalkan penguapan dan pemborosan air.
  • Penampungan Air Hujan (Rain Harvesting): Memanfaatkan sumber daya air alami yang melimpah untuk kebutuhan irigasi.
  • Atmospheric Harvesting: Teknologi canggih yang mampu mengekstraksi uap air dari udara untuk keperluan irigasi.
  • Sistem Irigasi Otomatis Berbasis Android: Memungkinkan pengelolaan irigasi yang presisi dan efisien melalui perangkat seluler, yang mampu menekan penggunaan air hingga 40-100 persen.

Selain efisiensi air, program ini juga berhasil mengurangi penggunaan pupuk kimia secara drastis, yaitu lebih dari 400 kg per musim tanam. Penghematan biaya yang dirasakan oleh kelompok masyarakat mencapai Rp 350 juta per tahun. Untuk mengatasi tantangan budidaya di lahan kritis, PHE Satu Pangan juga memperkenalkan teknologi tambahan seperti:

  • Soil Nutrient Sensor: Alat untuk menganalisis kandungan nutrisi tanah secara akurat, membantu petani dalam pemupukan yang tepat sasaran.
  • Dry House Berbahan Briket Jerami: Solusi pengeringan hasil panen yang ramah lingkungan dan hemat biaya.
  • Alat Penyiang Cakra Baskara: Mempermudah dan mempercepat proses penyiangan gulma, meningkatkan efektivitas budidaya.

Dampak Sosial dan Lingkungan yang Luas

Dari sisi sosial, PHE Satu Pangan memberikan manfaat langsung kepada lebih dari 1.400 penerima manfaat. Sebanyak 90 kepala keluarga prasejahtera kini mengalami peningkatan kapasitas keterampilan dan pendapatan yang lebih baik. Program ini juga telah memicu terbentuknya lebih dari 25 kelompok masyarakat baru, termasuk Kelompok Wanita Tani (KWT), yang aktif berkontribusi dalam ketahanan pangan. Lebih jauh lagi, inisiatif ini telah mendorong lahirnya 4 regulasi baru dan 47 inovasi ketahanan pangan yang secara kolektif mendukung terciptanya tata kelola pertanian yang berkelanjutan.

Integrasi program ini dengan sektor energi bersih juga menjadi poin penting. Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 22,42 kWp tidak hanya memberikan penghematan biaya listrik hingga Rp41 juta per tahun, tetapi juga berkontribusi signifikan dalam pengurangan emisi. Diperkirakan, emisi dapat berkurang sebesar 28,52 ton CO₂eq per tahun, sebuah langkah maju yang penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim sekaligus memperkuat ketahanan pangan.

Implementasi program PHE Satu Pangan tersebar di berbagai wilayah kerja Subholding Upstream Group di seluruh Indonesia, meliputi:

  • Sumatera:
    • Kabupaten Pali
    • Kabupaten Aceh
    • Kabupaten Muaro Jambi
    • Kabupaten Muara Enim
    • Kabupaten Musi Banyuasin
    • Kota Prabumulih
  • Jawa:
    • Kota Subang
    • Kepulauan Seribu
    • Kabupaten Indramayu
    • Kabupaten Tuban
    • Kabupaten Blora
    • Kabupaten Bojonegoro
    • Kabupaten Bangkalan
  • Kalimantan:
    • Kabupaten Kutai Kartanegara
    • Kabupaten Bulungan
    • Kabupaten Tana Tidung
    • Kota Bontang
  • Sulawesi:
    • Kabupaten Banggai
  • Papua:
    • Kabupaten Sorong

Penghargaan yang diraih PHE ini menjadi pengingat bahwa penguatan ketahanan pangan bukanlah sekadar sebuah program, melainkan sebuah perjalanan panjang yang menyentuh kehidupan banyak orang. PHE berkomitmen untuk terus memperluas jangkauan dan dampak program ini, sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yang meliputi pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan penguatan ketahanan pangan nasional.

Di samping upaya penguatan ketahanan pangan, PHE juga terus mengembangkan operasi dan bisnis di sektor hulu migas dengan prinsip-prinsip Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG). Perusahaan menerapkan kebijakan Zero Tolerance on Bribery melalui Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang telah berstandar ISO 37001:2016, memastikan seluruh proses bisnis berjalan bersih dari praktik-praktik penyuapan.

Diberdayakan oleh Blogger.