Badai PHK Singapura: Pergeseran Kebutuhan Pekerja

Gelombang PHK di Singapura: Antara Pengetatan Pasar, Kebutuhan Keterampilan Baru, dan Pergeseran Lapangan Kerja
Singapura, pusat bisnis dan keuangan global, tengah menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang signifikan dalam setahun terakhir. Fenomena ini bukanlah sekadar tren sesaat, melainkan akumulasi dari berbagai faktor kompleks yang memengaruhi pasar tenaga kerja di negara pulau tersebut. Kombinasi kebijakan pengetatan pasar perumahan, perubahan mendasar pada kebutuhan keterampilan industri, dan pergeseran pertumbuhan lapangan kerja ke sektor-sektor dengan upah lebih rendah menjadi aktor utama di balik badai PHK ini.
Data terbaru dari Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura mengindikasikan gambaran yang cukup mengkhawatirkan. Sebanyak tujuh sektor yang sebelumnya dikenal sebagai penyerap tenaga kerja terampil bernilai tambah tinggi telah mengalami kehilangan sekitar 19.800 pekerjaan sepanjang tahun 2025. Sektor-sektor ini mencakup area krusial seperti teknologi informasi, jasa profesional, perdagangan, hingga properti.
Salah satu pemicu utama yang diidentifikasi adalah kebijakan pengetatan pasar perumahan yang diterapkan pemerintah. Langkah ini, yang bertujuan untuk meredam laju inflasi harga rumah, secara tidak langsung berdampak pada hilangnya ribuan pekerjaan di sektor-sektor yang terkait erat dengan properti dan konstruksi. Namun, tekanan terhadap pasar kerja tidak hanya berasal dari kebijakan perumahan semata. Perubahan struktur ekonomi yang lebih luas dan tuntutan akan keterampilan baru di berbagai industri turut memperparah situasi.
Tingkat Pengangguran Tetap Rendah di Tengah PHK
Menariknya, di tengah badai PHK yang melanda, tingkat pengangguran secara keseluruhan di Singapura dilaporkan masih berada pada level yang relatif rendah. Angka pengangguran umum tercatat stabil di kisaran 2 persen, sementara tingkat pengangguran di kalangan warga lokal tetap di bawah 3 persen. Ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja secara umum masih cukup kuat.
Pada kuartal ketiga tahun 2025 saja, hampir 30.000 pekerjaan baru berhasil tercipta, dan angka ini mendekati 50.000 pekerjaan baru sepanjang tahun 2025, termasuk untuk pekerja non-residen. Namun, mayoritas pertumbuhan bersih lapangan kerja ini justru berasal dari sektor-sektor yang cenderung menawarkan upah lebih rendah. Sektor konstruksi dan pekerja rumah tangga migran menjadi contoh utama dari tren ini.
Meskipun demikian, Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura tidak merinci status kewarganegaraan para pekerja di setiap sektor dalam laporan resminya.
Sektor Teknologi Informasi: Perubahan Keterampilan dan Kesenjangan
Sektor informasi dan komunikasi (TI) menjadi studi kasus yang jelas mengenai bagaimana perubahan kebutuhan keterampilan berkontribusi pada PHK di Singapura. Industri TI sebelumnya sempat menikmati periode pertumbuhan pesat, dengan kenaikan gaji dan peningkatan permintaan tenaga kerja, bahkan ketika gelombang PHK teknologi melanda banyak negara lain.
Namun, realitasnya berbeda. Sektor informasi dan komunikasi justru mengalami penurunan bersih lebih dari 4.000 pekerja pada tahun 2025. Jika digabungkan dengan data tahun 2024, angka ini membengkak menjadi sekitar 9.500 pekerja. Situasi ini ironis, mengingat banyak perusahaan TI yang justru kerap mengeluhkan kekurangan kandidat yang memenuhi kualifikasi.
Beberapa pengamat berpendapat bahwa tenaga kerja di bidang teknologi tidak harus terpaku bekerja di perusahaan teknologi semata. Banyak perusahaan di sektor lain yang juga memiliki kebutuhan besar terhadap staf teknologi informasi yang berkualifikasi. Hal ini menggarisbawahi adanya pergeseran kebutuhan dan potensi adaptasi bagi para profesional TI.
Temuan lain yang muncul adalah perubahan kebutuhan keterampilan yang semakin nyata. Kemungkinan akan ada pengurangan di beberapa fungsi lama, sementara di sisi lain, banyak lowongan baru terbuka di bidang-bidang yang sedang naik daun seperti kecerdasan buatan (AI) dan pengolahan data. Perubahan ini menciptakan kesenjangan antara profil pencari kerja dan kebutuhan riil perusahaan. Akibatnya, sebagian pekerja terdorong keluar dari posisi lama mereka tanpa segera menemukan peran baru yang setara atau sesuai.
Secara keseluruhan, jumlah pekerja di sektor teknologi informasi di Singapura telah menyusut hampir 10.000 orang dalam dua tahun terakhir. Meskipun sebagian besar tenaga kerja di sektor ini diyakini telah terserap di sektor lain, angka ini tetap mengindikasikan adanya masalah struktural yang perlu diatasi dalam industri teknologi.
Sektor Keuangan dan Asuransi: Pengecualian yang Mengkhawatirkan
Di tengah tren PHK, sektor jasa keuangan dan asuransi tampil sebagai pengecualian yang patut dicatat. Sektor ini terus menunjukkan pertumbuhan yang solid, bahkan berhasil menambah sekitar 10.300 pekerja pada tahun 2025.
Namun, pertumbuhan lapangan kerja di sektor perbankan dan asuransi ini dinilai belum cukup kuat untuk sepenuhnya menutupi pemangkasan tenaga kerja di sektor-sektor bernilai tambah tinggi lainnya yang terdampak PHK. Selain itu, tidak semua pekerja memiliki keterampilan atau minat yang sama untuk berkarier di korporasi besar sektor keuangan. Hal ini menyebabkan pilihan karier bagi sebagian tenaga kerja terampil di Singapura terasa menyempit pada tahun ini, meskipun ada pertumbuhan di sektor keuangan.
Situasi ini menuntut adanya strategi adaptasi yang komprehensif, baik dari sisi pemerintah, perusahaan, maupun para pekerja itu sendiri, untuk menghadapi dinamika pasar kerja yang terus berubah.