Halloween party ideas 2015
Tampilkan postingan dengan label pernikahan. Tampilkan semua postingan

Kejutan Pagi yang Mengingatkan Arti Kebersamaan Sejati

Ada pagi yang berlalu begitu saja, tanpa kesan berarti. Namun, ada pula pagi yang datang diam-diam, menyentuh relung hati tanpa permisi, meninggalkan jejak kehangatan yang tak terduga. Pagi itu adalah salah satunya.

Saat itu, langit masih diselimuti kegelapan. Anak-anak masih terlelap, meninggalkan keheningan di rumah. Saya berdiri di depan cermin, berusaha membuka mata yang masih berat oleh sisa kantuk. Suami saya baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya masih lembab, langkahnya masih tertatih-tatih. Saya hanya ingin menarik napas panjang, mempersiapkan diri menghadapi rutinitas harian yang akan segera dimulai, tanpa firasat sedikit pun bahwa sebuah kalimat pendek akan mengguncang batin saya.

Ia mendekat perlahan, suaranya begitu lirih, nyaris tak terdengar. Saya tidak yakin apakah ia berbicara kepada saya atau hanya bergumam pada diri sendiri. Refleks, saya memintanya mengulang.

"Sebentar lagi sepuluh tahun," ucapnya pelan.

Saya terdiam. Pikiran saya langsung berputar kencang. Sepuluh tahun untuk apa? Batas waktu pekerjaan? Tagihan yang menumpuk? Jadwal rapat penting? Atau rencana pendidikan anak-anak?

"Sepuluh tahun apa?" tanya saya, masih setengah terbuai kantuk.

Ia tersenyum kecil. Senyum yang jarang terlihat, biasanya hanya muncul saat ia memandangi anak-anak kami yang tertidur lelap.

"Kita, mah. Anniversary."

Saya terpaku. Detik berikutnya, tawa kecil lolos dari bibir saya. Namun, di balik tawa itu, hati saya justru terasa menghangat luar biasa. Ada sesuatu yang mengalir perlahan, menghapus sisa kelelahan yang masih menempel sejak semalam.

"Oh ya? Benarkah?" sahut saya, nada suara saya terdengar lebih lembut dari biasanya.

Saya tak berusaha menyembunyikannya. Saya sungguh terharu. Suami saya bukanlah tipe pria yang romantis. Ia tidak hafal tanggal-tanggal penting. Perayaan bukanlah prioritas baginya. Bahkan saat kami masih berpacaran, ia selalu menolak untuk menghitung hari jadi.

"Ngapain dihitung? Kita kan mau selamanya," begitu alasannya dulu.

Saat itu, saya menganggapnya hanya sebagai alasan agar tidak perlu repot merayakannya. Namun, seiring waktu, saya menyadari bahwa ia memang mencintai dengan cara yang paling praktis. Tanpa simbol-simbol formalitas. Tanpa upacara yang meriah. Tanpa kata-kata manis yang berlebihan.

Momen Perubahan di Pagi yang Tak Biasa

Pagi itu, ia seolah bertransformasi. Saya memberanikan diri mengajukan pertanyaan yang biasanya saya siapkan diri untuk kemungkinan jawaban penolakan. "Mau dirayain?" tanya saya hati-hati.

Dalam benak saya, sudah terbayang jawaban klasik: "Nggak usah ah." Saya hampir yakin akan mendengarnya. Namun, ia menatap saya. Lalu bertanya balik dengan nada yang paling santai, namun justru paling mengguncang pagi saya itu. "Mau di mana, Mah?"

Saya terpaku. Ada bunyi "klik" halus di dada saya. Sesuatu yang lama terpendam mendadak mencair.

Di pagi yang sederhana itu, hati saya luluh lantak. Saya merasa seolah kembali ke masa-masa awal pacaran. Padahal, kami sudah dikaruniai dua orang anak. Kami pernah saling diam karena lelah. Kami pernah saling tidak mengerti. Kami telah melewati fase-fase di mana cinta terasa lebih seperti rutinitas daripada kejutan yang menggembirakan. Namun, di pagi itu, satu kalimatnya mampu menggeser segalanya.

Cinta Dewasa: Tumbuh Tanpa Kita Sadari

Cinta setelah pernikahan memang tidak selalu seindah cerita dongeng. Namun, saya belajar bahwa cinta dewasa justru tumbuh dalam ruang-ruang kecil yang seringkali luput dari perhatian kita.

Bukan dalam hadiah-hadiah besar. Bukan dalam perayaan-perayaan megah. Bukan pula dalam foto-foto yang dihiasi filter berlebihan. Justru, cinta itu hadir di tempat-tempat yang paling sederhana.

Di meja dapur yang penuh botol susu. Di ruang keluarga yang berantakan oleh mainan anak-anak. Di sela-sela kelelahan dua orang tua yang berusaha menjalani hidup sebaik mungkin.

Penelitian dari Gottman Institute, sebuah lembaga riset ternama yang berfokus pada hubungan jangka panjang, menunjukkan bahwa interaksi kecil sehari-hari memiliki peran yang sangat menentukan kualitas sebuah hubungan. "Small moments of positivity" atau momen-momen positif kecil menyumbang lebih dari 70% kedekatan emosional dalam pernikahan, jauh melebihi dampak momen-momen besar yang jarang terjadi.

Dan ternyata benar, cinta bisa muncul dari perubahan-perubahan kecil yang tidak pernah kita minta. Suami yang dulu acuh tak acuh terhadap hari jadi, kini justru mengingat hari pernikahan kami. Bahkan ia bertanya ingin merayakannya di mana. Ini bukanlah romantisme ala drama Korea, melainkan tanda kedewasaan emosional yang tumbuh perlahan.

Ruang-Ruang Kecil Penopang Cinta Dewasa

Rumah tangga adalah sebuah maraton panjang. Kita berlari sambil menahan kantuk, menggendong anak, mengejar waktu, dan berusaha menjaga kewarasan diri. Tidak ada musik pengiring yang megah. Tidak ada sorotan lampu yang gemerlap. Namun, ada ruang-ruang kecil yang menjadi penyelamat kita. Dapur yang berantakan. Pintu kamar mandi yang berembun. Lima menit waktu sebelum semua orang bangun.

Menurut sebuah artikel dari Institute for Family Studies, kebersamaan keseharian ternyata jauh lebih penting bagi kelangsungan hubungan jangka panjang dibandingkan aktivitas besar yang dirayakan sesekali. Kebersamaan-kebersamaan kecil inilah yang menciptakan rasa aman, dan rasa aman itulah yang membuat pernikahan bertahan.

Saya tersadar: cinta dewasa tidak selalu lahir dari kejutan besar. Ia justru hidup di ruang-ruang sederhana yang sering kita anggap biasa saja.

Pernikahan: Bukan Tentang Saksi, Tapi Tentang Pertumbuhan Bersama

Saya memandang suami pagi itu. Rambutnya masih meneteskan air. Matanya terlihat lelah, namun penuh kelembutan. Tidak ada properti romantis yang menghiasi. Tidak ada bunga atau lilin yang menyala. Saya sendiri masih mengenakan daster kusut. Namun, justru dalam keadaan paling biasa itulah saya merasa begitu dicintai.

Studi psikologi relasi yang dipublikasikan di Scientific American menemukan bahwa pasangan yang mampu mengekspresikan rasa syukur melalui hal-hal kecil cenderung memiliki komunikasi yang lebih stabil dan tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Mungkin itulah sebabnya kalimat suami saya terasa seperti pelukan panjang yang menghangatkan. Ia tidak membawa hadiah. Ia hanya membawa sebuah ingatan: bahwa kami telah bertahan bersama selama hampir sepuluh tahun.

Sepuluh tahun penuh jatuh. Sepuluh tahun penuh bangkit. Sepuluh tahun memunguti serpihan kesabaran yang tercecer.

Pelajaran Berharga dari Momen Kecil

Apa yang bisa dipelajari dari momen kecil ini?

  • Pasangan Berubah, Meski Perlahan: Perubahan positif dalam hubungan tidak selalu datang dalam bentuk yang spektakuler.
  • Jangan Meremehkan Momen Harian: Pagi yang tampak biasa saja bisa menjadi titik balik emosional yang signifikan.
  • Komunikasi Kecil Bisa Memperbaiki Banyak Hal: Satu kalimat yang diucapkan dengan tulus bisa membuat istri merasa dihargai. Satu respons hangat bisa membuat suami merasa dilihat dan dipedulikan.

Mengapa Cerita Ini Perlu Dibagikan?

Karena banyak pasangan merasa hubungan mereka mulai datar. Banyak yang merasa tidak lagi diperhatikan oleh pasangannya. Banyak yang beranggapan bahwa cinta mereka telah habis, padahal yang hilang hanyalah jeda kecil untuk saling melihat dan mengakui keberadaan satu sama lain. Cerita seperti ini mengingatkan kita bahwa cinta tidak mati, ia hanya berubah bentuk.

Kadang, cinta hadir dalam suara yang nyaris tak terdengar sebelum matahari terbit. Kadang, cinta hadir dalam ingatan sederhana tentang tanggal pernikahan. Kadang, cinta hadir dalam usaha-usaha kecil yang tidak diminta.

Kebahagiaan dalam pernikahan bukanlah sesuatu yang megah. Ia tumbuh dari hal-hal sepele yang diucapkan dan dilakukan dengan jujur.

Pagi yang Akan Selalu Saya Ingat

Saya tidak tahu apakah nanti kami akan makan malam berdua, menonton film bersama, atau sekadar duduk sebentar setelah anak-anak terlelap.

Namun, saya tahu satu hal pasti: Saya akan selalu mengingat pagi itu. Pagi ketika suami saya yang notabene sangat tidak romantis, berkata dengan lirih:

"Sebentar lagi sepuluh tahun."

Tidak ada bunga. Tidak ada lilin. Tidak ada kejutan besar yang meriah.

Namun, hati saya meleleh. Dan itu sudah cukup untuk mengubah seluruh jalannya hari.

Sebab cinta yang tumbuh diam-diam pun, tetaplah cinta sejati. Dan di pagi itu, cinta itu memilih bentuknya yang paling sederhana: sebuah kalimat yang nyaris tak terdengar, namun terasa begitu dalam.

Nikah Sirri Jakarta: Ulama Ungkap Fakta Mengejutkan!

Nikah Sirri di Jakarta Timur: Solusi Instan atau Jebakan Masalah Hukum dan Syariat?

Sebuah fenomena menarik sekaligus mengkhawatirkan kembali mencuat di media sosial, khususnya TikTok, yang memperlihatkan penawaran jasa nikah siri di kawasan Jakarta Timur. Video yang beredar mengklaim layanan ini menawarkan kemudahan luar biasa: tanpa birokrasi yang rumit, tanpa persyaratan yang ketat, bahkan tanpa perlu menyewa gedung pernikahan. Unggahan tersebut telah menarik perhatian jutaan pasang mata, memicu gelombang reaksi yang beragam dari warganet.

Di satu sisi, sebagian masyarakat memandang tawaran ini sebagai "solusi mudah" bagi mereka yang ingin segera melangsungkan pernikahan tanpa kerumitan administrasi. Namun, di sisi lain, muncul berbagai pertanyaan krusial mengenai keabsahan nikah siri dari sudut pandang syariat Islam, konsekuensi hukum yang mungkin timbul, serta risiko yang mengintai, terutama bagi kaum perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan. Fenomena ini secara tidak langsung membuka kembali ruang diskusi yang lebih luas mengenai hakikat nikah siri dan pandangan Islam terhadap praktik penyediaan jasanya.

Memahami Akar Masalah: Apa Sebenarnya Nikah Siri Itu?

Secara fundamental, nikah siri adalah sebuah pernikahan yang telah memenuhi seluruh syarat dan rukun pernikahan secara agama. Rukun-rukun ini meliputi adanya wali bagi mempelai wanita, kehadiran dua orang saksi yang adil, serta adanya ijab kabul yang sah. Namun, ciri khas utama dari nikah siri adalah ketidakadaan pencatatan resmi oleh negara.

Istilah "siri" sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu "sirran," yang memiliki arti rahasia, sembunyi-sembunyi, atau tidak diumumkan secara terbuka. Dalam praktiknya, pernikahan yang tidak dicatatkan secara resmi oleh negara ini seringkali menimbulkan berbagai persoalan hukum yang kompleks karena statusnya tidak diakui oleh undang-undang yang berlaku.

Perspektif Fiqih: Mengapa Jasa Nikah Siri Diharamkan?

Para ulama terkemuka sepakat bahwa menyediakan jasa untuk memfasilitasi nikah siri hukumnya adalah haram. Pandangan ini didasarkan pada prinsip bahwa praktik tersebut bertentangan dengan kewajiban untuk taat kepada pemerintah dan aturan yang telah ditetapkan demi kemaslahatan umum. Negara, melalui instansi seperti Kantor Urusan Agama (KUA) dan lembaga terkait lainnya, telah menetapkan bahwa setiap pernikahan harus dicatatkan secara resmi. Pencatatan ini bukan sekadar formalitas belaka, melainkan sebuah langkah penting untuk menjaga kemaslahatan bersama.

Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Surah An-Nisa ayat 59, yang menekankan kewajiban untuk taat kepada pemimpin selama aturan yang ditetapkan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Kewajiban pencatatan pernikahan termasuk dalam kategori aturan yang membawa maslahah (manfaat atau kebaikan), terutama dalam hal perlindungan terhadap hak-hak istri dan anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut.

Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, Sayyid Abdurrahman menegaskan bahwa menaati perintah pemimpin adalah sebuah kewajiban, asalkan perintah tersebut membawa manfaat dan tidak melanggar ketentuan syariat. Pencatatan nikah adalah salah satu contoh perintah yang membawa manfaat besar bagi masyarakat.

Potensi Kerugian Besar yang Mengintai Perempuan dan Anak

Ketidakadaan pencatatan pernikahan oleh negara menjadikan posisi perempuan dalam pernikahan siri sangat rentan terhadap berbagai kerugian. Beberapa dampak nyata yang seringkali dihadapi antara lain:

  • Tidak Memiliki Kekuatan Hukum untuk Menuntut Nafkah: Istri tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menuntut hak nafkah dari suami jika terjadi perceraian atau jika suami lalai memberikan nafkah.
  • Status Pernikahan Tidak Terlindungi Undang-Undang: Undang-undang negara tidak mengakui pernikahan tersebut, sehingga hak-hak istri tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.
  • Hilangnya Hak-Hak Waris: Anak-anak dari pernikahan siri seringkali mengalami kesulitan dalam mendapatkan hak waris dari ayahnya karena status pernikahan tidak diakui secara sah.
  • Kesulitan Membuktikan Pernikahan Saat Terjadi Kekerasan: Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), istri akan sangat kesulitan untuk membuktikan status pernikahannya, sehingga upaya perlindungan hukum menjadi terhambat.
  • Anak Mengalami Kesulitan Administratif: Anak yang lahir dari pernikahan siri seringkali menghadapi kendala dalam pengurusan dokumen penting seperti akta kelahiran, yang berdampak pada hak-hak mereka di masa depan.

Secara sosial, mafsadat (kerusakan atau kerugian) yang ditimbulkan oleh nikah siri jauh lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang mungkin dirasakan.

Melanggar Prinsip Fundamental "Tidak Membahayakan"

Ajaran Islam secara tegas melarang segala bentuk tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah).

Imam Al-Ghazali dalam karyanya Ihya’ Ulumiddin bahkan berpendapat bahwa setiap transaksi, termasuk penyediaan jasa, yang menimbulkan mudarat (kerugian atau bahaya) bagi pihak lain merupakan bentuk kezaliman, meskipun akadnya tampak sah secara lahiriah. Dengan mempertimbangkan berbagai risiko dan potensi kerugian yang sangat besar, jasa nikah siri dapat dikategorikan sebagai transaksi yang zalim karena secara sengaja membuka ruang kerugian bagi pihak yang menggunakannya.

Ancaman Pidana bagi Penyedia Jasa Nikah Siri

Meskipun tidak secara otomatis setiap penyedia jasa nikah siri dapat dikenakan sanksi pidana, mereka berpotensi terjerat pasal-pasal pidana apabila pernikahan yang mereka fasilitasi melanggar hukum yang berlaku. Salah satu contohnya adalah jika pernikahan tersebut melibatkan seseorang yang secara sah masih terikat dalam pernikahan lain.

Pasal 279 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara tegas menyatakan bahwa siapa pun yang mengadakan atau membantu mengadakan perkawinan padahal ia mengetahui bahwa terdapat larangan atau penghalang yang sah untuk melangsungkan perkawinan, dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.

Implikasinya, jika penyedia jasa mengetahui bahwa salah satu calon mempelai masih berstatus terikat pernikahan resmi, ia dapat dianggap turut serta dalam penyelenggaraan perkawinan terlarang dan dapat dikenakan sanksi hukum pidana.

Hindari Godaan Nikah Siri: Kemudahan Semu yang Berujung Masalah

Kemunculan jasa nikah siri yang menawarkan proses cepat dan praktis memang bisa terdengar menggiurkan bagi sebagian orang yang menginginkan solusi instan. Namun, di balik kemudahan semu tersebut, tersembunyi berbagai risiko besar yang dapat menghancurkan masa depan:

  • Merugikan perempuan secara hukum dan sosial.
  • Mengancam masa depan anak dalam hal hak-hak administratif dan waris.
  • Melanggar aturan negara yang berlaku.
  • Bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam yang mengutamakan kemaslahatan dan keadilan.

Pencatatan pernikahan bukanlah sekadar urusan birokrasi yang merepotkan. Ia adalah bentuk perlindungan nyata bagi seluruh anggota keluarga, termasuk generasi yang akan datang. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk senantiasa berhati-hati dan tidak mudah tergiur oleh tawaran layanan pernikahan yang justru berpotensi besar menimbulkan masalah pelik di kemudian hari.

Menggelar pernikahan tanpa mengadakan resepsi di gedung seperti berenang melawan arus.

Situasi ini dialami Adhisty, warga Bekasi, ketika menikah dengan pria pilihannya beberapa waktu lalu. Alih-alih memilih gedung dan catering ternama, Adhisty justru memutuskan untuk menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Bekasi Utara dan tak menggelar resepsi di gedung seperti yang dilakukan kakak-kakanya. 

Adhisty mengikuti semua proses pernikahan kakak-kakaknya. Dia paham semuanya, dari awal sampai akhir.

Semua kesibukan dan keramaian tersebut bertolak belakang dengan kepribadian Adhisty. Hingga, Adhisty dan pasangannya membicarakan hari pernikahan. Adhisty pun mengajukan opsi menikah di KUA tanpa menggelar resepsi di gedung.

Gagasan ini menimbulkan pro dan kontra hingga Adhisty sempat berpikir untuk membatakan semua rencana. Namun, akhirnya pihak keluarga memberikan restu bagi Adhisty dan pasangannya untuk menikah di KUA tanpa resepsi di gedung.

Menuruy Adhisty, menikah di KUA membawa banyak manfaat positif. "Aku merasa sangat bahagia sampai saat ini. Menikah secara sederhana membuat kami bisa menghemat, tabungan bertambah, dan hidup tanpa utang. Menurutku itu kebahagiaan yang nyata," katanya dalam perbincangan, Sabtu (8/11/2025).

Ia juga merasa beruntung memiliki pasangan yang benar-benar mengenal karakternya. "Suamiku sebenarnya juga seorang introvert. Awalnya dia berpikir aku suka pesta. Ketika tahu aku malah tidak nyaman dengan keramaian, dia justru lega," tambahnya.

Sebagai seseorang yang telah melewati proses ini, Adhisty memberikan nasihat sederhana kepada para calon pengantin. "Jangan rusak kebahagiaanmu hanya untuk memenuhi ego orang lain. Pada akhirnya, kamu akan menjalani hidup bersama pasanganmu, bukan dengan siapa pun termasuk keluargamu," katanya.

Menikah di KUA tanpa resepsi di gedung juga ada di benak artis Tissa Biani dan sang kekasih musisi, Dul Jaelani, anak musisi Ahmad Dhani. "Aku dan Dul itu sebenarnya pengin nikah di KUA. Sah, sudah kelar! Sesimple itu. Yang penting, kehidupan setelah nikahnya," kata Tissa dikutip dari YouTube HAS Entertainment, Agustus 2025. Perbincangan ini terjadi beberapa saat setelah pernikahan Al, anak sulung Ahmad Dhani.

Namun, Tissa juga mengakui bahwa dia dan Dul tidak bisa menutup mata atas keinginan keluarga. Ia menyadari pernikahan bukan hanya tentang dirinya dan Dul, melainkan juga melibatkan restu orangtua. "Kami hidup tidak hanya untuk diri sendiri. Ada keluarga yang harus kami pikirkan dan mereka pasti ingin dibikinkan acara. Ya, kita lihat saja nanti," ujarnya.

Tissa menegaskan dirinya tidak mau terburu-buru untuk memasuki jenjang pernikahan. "Aku ingin menikah setepatnya, bukan secepatnya. Jadi yang aku dan Dul lakukan saat ini adalah mempersiapkan mental dan finansial kami sebelum menikah," tutur Tissa.

Bagi Tissa, pernikahan bukan perlombaan. Ia justru menekankan pentingnya persiapan yang matang agar rumah tangga bisa langgeng dan bahagia. Cita-cita terbesar Tissa adalah menjadi seorang ibu yang baik serta memiliki anak-anak yang saleh dan saleha.

Nol Rupiah

Tren menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) semakin populer di kalangan Generasi Z belakangan ini. Fenomena ini dibenarkan oleh Kepala KUA Kebon Jeruk, Nusirwan, saat ditemui di kantornya pada Jumat (7/11/2025).

Menurutnya, perubahan tren ini mulai terjadi setelah pandemi Covid-19 yang sempat melumpuhkan perekonomian Indonesia. Ia menjelaskan bahwa dampak pandemi turut memengaruhi angka pernikahan, baik di KUA maupun di luar KUA, yang sempat menurun drastis.

Setelah pandemi mereda, ada satu momen ketika Menteri Agama mengimbau agar masyarakat memilih menikah langsung di KUA. "Saat itu ada imbauan dari pemerintah agar nikah di KUA saja, sejak itu banyak pasangan muda yang terilhami," kata Nusirwan.  

Imbauan tersebut menjadi inspirasi bagi banyak pasangan muda yang kemudian lebih memilih menggelar pernikahan sederhana di KUA, sekaligus menyisihkan dana untuk persiapan masa depan mereka.

Nusirwan juga mengakui bahwa sebelumnya banyak masyarakat enggan menikah di KUA karena adanya stigma negatif. Padahal, sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014, pemerintah memberikan kebijakan nikah gratis di KUA pada hari dan jam kerja, dari Senin hingga Jumat. Untuk pelaksanaan di KUA, masyarakat tidak dikenakan biaya alias nol rupiah. Sebaliknya, jika penghulu didatangkan ke lokasi luar KUA, akan dikenakan tarif sebesar Rp 600 ribu sesuai ketentuan.

Agar masyarakat semakin tertarik menikah di KUA, Nusirwan mengatakan, KUA Kebon Jeruk mendesain ruang akad yang instagramable. Dekorasi ruangan dirancang agar tetap menarik dan memberikan kesan pelaminan sederhana meskipun tanpa biaya.

Dengan fasilitas ini, pasangan pengantin tetap bisa mendapatkan momen spesial yang layak diabadikan.

Nusirwan menambahkan bahwa gebrakan tersebut mendapat respons positif dari masyarakat dengan peningkatan jumlah pasangan yang menikah di KUA dalam dua tahun terakhir.

Bagi pasangan yang ingin menikah di KUA, disarankan untuk memesan jadwal jauh-jauh hari karena jumlah penghulu yang melayani masih terbatas. Syarat dokumennya sendiri sama seperti persyaratan nikah pada umumnya, yaitu meliputi KTP, pas foto, surat pengantar dari kelurahan, dan dokumen lain yang dapat dicek melalui aplikasi JakEvo-platform terobosan pelayanan perizinan dan non-perizinan dari Pemprov DKI Jakarta.

Nusirwan mengingatkan agar pasangan memastikan ketersediaan penghulu sebelum mencetak dan menyebarkan undangan. Hal ini penting untuk menghindari masalah jika jadwal penghulu sudah penuh dan tidak sesuai dengan waktu yang tercantum dalam undangan

Proses membatalkan atau mengubah rencana tentunya akan merepotkan baik bagi pasangan maupun tamu undangan. (m30/m38/m40)

Diberdayakan oleh Blogger.