.CO.ID, DEPOK – SMAN 1 Depok berupaya menjalankan kebijakan sesuai arahan yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Setelah melalui analisis, SMAN 1 Depok menerapkan kuota 48 siswa per kelas, dari ketentuan maksimal 50 siswa per kelas.
Pada hari Selasa, 22 Juli 2025, dilaporkan situasi terkini di lokasi dan dilakukan wawancara dengan 6 siswa kelas X. Kebijakan yang baru berjalan dua hari sejak dimulainya kegiatan belajar mengajar (KBM) ini dianggap kurang efektif untuk implementasi di masa mendatang.
Akibat kebijakan ini, siswa kelas X sekarang menempati ruang kelas yang dulunya dipakai oleh kelas XII. Pihak sekolah harus merelokasi seluruh siswa kelas XII ke ruangan yang lebih sempit karena kelas X membutuhkan ruangan yang lebih besar untuk menampung 48 siswa.
Azzahwa Fitri Harrara, seorang siswi kelas X berusia 15 tahun, menyatakan penolakannya terhadap kebijakan tersebut. "Pendapat saya, kebijakan ini kurang sesuai karena saya merasa ruangan yang tidak terlalu luas diisi oleh terlalu banyak orang," ungkapnya ketika diwawancarai., Selasa (22/07/25).
Azzahwa juga mengatakan bahwa kelas menjadi sangat gaduh saat jam istirahat karena dipenuhi hampir 50 orang. "Akibatnya, saya sulit fokus saat berbicara dengan teman karena yang lain jadi berbicara dengan nada yang lebih tinggi," ujarnya.

Ratifa Bella, seorang siswi kelas X berusia 15 tahun, berpendapat bahwa fasilitas yang tersedia di sekolah-sekolah di Jawa Barat tidak semuanya sebaik di sekolahnya. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa ketersediaan fasilitas yang memadai pun belum tentu menjamin kelancaran implementasi kebijakan ini di masa mendatang.
Dia juga menekankan mengenai pernyataan Dedi Mulyadi tentang 'penambahan AC', yang menurutnya bukanlah inti permasalahan. Walaupun merasa kelasnya masih nyaman, ia tetap menolak kebijakan tersebut.
"Meskipun saya merasa hal ini memberikan kenyamanan, saya cenderung untuk tidak menyetujuinya. Keadaan ini juga cukup memberatkan guru karena mereka harus menilai dan memberikan perhatian kepada jumlah siswa yang lebih banyak. Bahkan dengan 36 siswa saja belum tentu efektif, apalagi jika jumlahnya mencapai 48," ujarnya dengan nada menekankan.

Stanislaus Marvel (15) mengisahkan pengalaman perdananya saat memasuki ruang kelas. "Saat pertama kali melihat kelas, saya sampai kesulitan masuk dan duduk karena bagian depannya sangat penuh. Kami harus mengeluarkan satu kursi terlebih dahulu agar bisa masuk," tuturnya dengan nada sedih.
Gendis Chandani (15) melanjutkan, "Sehari sebelumnya, ada 50 set meja kursi, tetapi dua di antaranya tidak dapat digunakan karena ruangannya terlalu sempit."space di antara kelas tersebut."
Suhu udara yang tinggi menjadi salah satu masalah yang paling banyak dikeluhkan. Khaira Putri (15) mengungkapkan, "Yang paling dikeluhkan mungkin karena terlalu gerah, apalagi saat jam istirahat ketika semua orang beraktivitas, udaranya jadi pengap."banget," kata Khaira.
Abid Ghassan (15) mengungkapkan kekhawatirannya mengenai pengaruh kebijakan tersebut pada mutu proses belajar mengajar. "Menurut pandangan saya, dampak negatif yang mungkin timbul di masa depan adalah penurunan kinerja mengajar guru. Guru harus membagi perhatian kepada sekitar 50 siswa, sehingga mungkin ada ketidakmerataan pemahaman atau siswa yang tidak mengerti karena guru kesulitan mengawasi setiap individu," terangnya.
Ratna Ristianti (48), seorang guru biologi di SMAN 1 Depok, menyatakan bahwa ada sejumlah kendala dalam pekerjaannya. Ia mengungkapkan bahwa tantangan terberat yang dihadapi adalah ketika sesi praktikum.
"Ketika di lab, anak-anak akan menjumpai cukup banyak alat yang menarik perhatian. Kesulitannya adalah kita perlu ekstra dalam mengawasi mereka karena tidak sembarang alat bisa dipegang begitu saja. Dengan jumlah 48-50 orang, itu tidak mudah untuk mengawasi," jelasnya.

Para siswa berharap kebijakan ini dapat dikaji ulang. Azzahwa menyarankan,
"Harapan saya untuk ke depannya mungkin kepada pemerintah Provinsi Jawa Barat agar bisa lebih mengkaji ulang tentang kebijakan ini agar siswa-siswi dapat belajar dengan baik dan nyaman," katanya.
Ratifa menambahkan bahwa solusinya bukan hanya penambahan AC. "Menurut saya ini harus dikaji ulang, mulai dari penambahan kelas, bukan hanya penambahan AC. Karena Pak Dedi Mulyadi sering kali hanya menyebut penambahan AC, padahal itu bukan masalah utamanya," tutupnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan siap dihujat, dikritik, dan digugat bahkan menderita demi masa depan pendidikan anak bangsa Jawa Barat ke depan. Ia menyebut memimpin bukan jalan yang mudah dan pasti menderita.
"Seorang pemimpin mesti bersiap menghadapi cemoohan, kritik, desakan, hingga tuntutan hukum. Saya belajar dari para founding fathers yang menekankan bahwa menjadi pemimpin itu penuh dengan pengorbanan," ujarnya pada hari Sabtu (12/7/2025).
Dedi menyatakan komitmennya untuk melindungi pendidikan anak-anak di Jawa Barat dan wilayah lainnya. Dedi Mulyadi mengaku bersedia menerima kritik tajam dari masyarakat maupun warganet.
Ia menyebut hujatan dan kritikan tersebut muncul saat dirinya mengambil kebijakan menambah murid dalam satu kelas menjadi 50 orang untuk mengurangi angka putus sekolah. Dedi menyebut kebijakan tersebut bersifat tentatif dan apabila di wilayah tertentu khususnya terpencil kekurangan sekolah.
Dengan demikian, ia menjelaskan bahwa anak-anak yang tinggal cukup jauh dari sekolah masih berkesempatan untuk mendaftar. Sementara itu, daerah yang sudah memiliki banyak sekolah tidak perlu lagi menambah jumlah siswanya.
Dedi memberikan ilustrasi, misalnya sebuah SMA negeri memiliki daya tampung 480 siswa. Jika pendaftar mencapai 500 orang, maka 20 siswa tambahan tersebut bisa diterima di sekolah itu.
Menurutnya, banyak pihak yang membesar-besarkan isu peningkatan jumlah siswa, sehingga menimbulkan kesalahpahaman.
Ia berjanji bahwa dalam tiga tahun mendatang, Jawa Barat akan mencapai angka nol persen untuk kasus anak putus sekolah. Mengenai sekolah swasta yang terkena imbas dari kebijakan ini, Dedi menyatakan akan mengadakan pertemuan dengan pihak sekolah swasta untuk membahas masalah kekurangan siswa.