
Dalam obrolan sehari-hari, mungkin saja Anda pernah secara tidak sengaja menuntaskan kalimat seseorang sebelum mereka selesai berbicara.
Walaupun terlihat remeh atau bahkan disangka sebagai wujud semangat, perilaku ini nyatanya dapat membongkar berbagai hal mengenai cara berpikir dan kecenderungan psikologis seseorang.
Dalam psikologi, dijelaskan bahwa individu yang gemar memotong pembicaraan atau menuntaskan kalimat orang lain umumnya menunjukkan adanya kecenderungan perilaku khusus dalam karakter dan interaksi sosial mereka.
Berdasarkan laporan dari Geediting pada hari Minggu, 20 Juli, psikologi mengidentifikasi tujuh perilaku yang umumnya ditemukan pada individu yang gemar menyela pembicaraan orang lain dengan menuntaskan kalimat mereka:
1. Memiliki kebiasaan berpikir dengan sigap dan menelaah kondisi dengan tangkas.
Orang yang cenderung memotong pembicaraan atau menuntaskan kalimat orang lain biasanya memiliki kemampuan berpikir yang cepat.
Mereka sudah terlatih untuk memproses data dengan sigap, mengantisipasi alur pembicaraan, dan segera memahami maksud dari orang yang berbicara.
Kebiasaan tersebut mungkin bermanfaat dalam kondisi mendesak atau di dunia kerja, tetapi dalam percakapan santai, tindakan ini bisa membuat orang lain merasa tidak didengarkan atau kehilangan fokus.
Berikut dampak psikologisnya: Mereka bisa jadi kurang toleran terhadap alur berpikir orang lain yang tidak secepat mereka, sehingga merasa perlu untuk "membantu" mempercepat diskusi, meskipun bantuan tersebut tidak diharapkan.
2. Umumnya sangat ingin memegang kendali atas keadaan.
Menyelesaikan kalimat orang lain juga bisa menjadi sinyal bahwa seseorang memiliki kebutuhan tinggi untuk merasa "memegang kendali" dalam percakapan.
Mereka merasa risih dengan adanya interupsi atau keraguan dalam percakapan dan lebih memilih untuk memegang kendali serta mengarahkan topik pembicaraan sesuai keinginan.
Berdasarkan psikologi kontrol, kebiasaan tersebut mungkin berhubungan dengan karakter yang suka mendominasi, perfeksionis, atau rasa khawatir dalam berinteraksi sosial yang disembunyikan dengan cara mengendalikan arah pembicaraan.
3. Susah mengendalikan diri atau kurangnya kemampuan menyimak secara aktif.
Psikologi mengindikasikan bahwa individu yang cenderung memotong pembicaraan atau menuntaskan kalimat orang lain umumnya belum mahir dalam *active listening*, yaitu mendengarkan secara saksama tanpa tergesa-gesa membuat asumsi atau memberikan tanggapan.
Mereka berkeinginan untuk segera berkontribusi, sehingga kurang memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengutarakan pendapat atau emosi mereka.
Akibat sosialnya: Orang-orang di sekitarnya mungkin merasa jengkel, tidak diperhatikan, atau bahkan menjadi ragu untuk berpendapat.
4. Kerap Kali Kehilangan Kesabaran Saat Proses Berjalan Terlalu Lama
Sikap suka memotong pembicaraan sering kali muncul karena kurangnya kesabaran.
Bagi orang-orang tersebut, obrolan yang berlarut-larut dianggap sebagai pemborosan waktu.
Mereka berharap semua urusan "lekas tuntas," termasuk gagasan yang menurut mereka sudah bisa ditebak akhirnya.
Dalam ranah psikologi kepribadian, fenomena ini mungkin tampak pada individu dengan tipe kepribadian yang fokus pada pencapaian dan efektivitas, misalnya tipe A, yang seringkali merasa tidak nyaman jika proses berlangsung lambat.
5. Terdapat Hasrat yang Tak Terungkapkan untuk Mendapatkan Pengakuan atau Perhatian.
Kebiasaan memotong pembicaraan orang lain, yang seringkali tidak disadari, bisa jadi muncul karena adanya dorongan psikologis untuk merasa diakui.
Mereka berupaya membuktikan bahwa mereka berpengetahuan, pintar, atau lebih visioner.
Dalam situasi seperti ini, tindakan memotong pembicaraan orang lain mungkin merupakan upaya terselubung untuk mendapatkan perhatian.
Introspeksi diri: "Aku sudah paham arah pembicaraanmu, bahkan sebelum kamu menuntaskannya" — itulah pesan tersembunyi yang sebenarnya ingin mereka utarakan.
6. Lebih sering berpikir saat berbicara daripada saat mendengarkan.
Ada sebagian individu yang lebih mudah memahami sesuatu dengan mengucapkannya secara lisan, yaitu mereka berpikir sambil berbicara.
Saat berbicara, respons mereka biasanya lebih cepat karena otak mereka memproses informasi secara bersamaan dengan ucapan mereka.
Alih-alih mendengarkan dan memahami perkataan orang lain, mereka justru sibuk menyusun jawaban di benak mereka, bahkan sebelum lawan bicara menuntaskan kalimatnya.
Dampak komunikasi: Ini membuat mereka lebih fokus pada apa yang akan mereka katakan selanjutnya, daripada mendengar penuh makna dari kalimat yang sedang disampaikan orang lain.
7. Kerap Merasakan Gejala Kecemasan Sosial yang Tersembunyi.
Ironisnya, orang yang tampak percaya diri dalam percakapan bisa saja sebenarnya menyimpan kecemasan sosial.
Bagi mereka, menyela atau menyelesaikan kalimat adalah cara untuk "mengendalikan" situasi sosial yang terasa menegangkan atau tidak pasti.
Oleh karena itu, mereka merasa lebih nyaman karena tidak perlu berdiam diri yang berpotensi menciptakan suasana tidak enak.
Ketenangan batin: Terlalu lama membisu dapat memicu kegelisahan, yang mendorong seseorang untuk berbicara dan mengisi kekosongan sebagai mekanisme pertahanan diri secara psikologis.
Simpulan: Bukan Sekadar Cara Berbicara Biasa
Memotong perkataan orang lain tidak sekadar masalah kebiasaan berbicara.
Dari sudut pandang psikologis, hal ini dapat mencerminkan cara berpikir, kebutuhan afektif, atau bahkan aspek kepribadian yang lebih kompleks.
Apabila Anda mendapati diri sendiri kerap melakukan hal tersebut, usahakan untuk membiasakan diri menjadi pendengar yang lebih fokus dan saksama.
Dengan memerhatikan perilaku ini, bukan hanya mutu obrolan Anda yang bertambah baik, tetapi juga keakraban dan rasa nyaman dalam relasi Anda dengan sesama.
Dalam banyak situasi, memberikan perhatian penuh saat mendengarkan adalah wujud penghormatan teragung yang dapat kita berikan dalam interaksi dengan orang lain.
***